Sell In May and Go Away : Apa itu Sebenarnya?

Dalam dunia investasi saham, ada banyak pepatah atau prinsip lama yang sering dibicarakan para investor. Salah satu yang paling terkenal adalah “Sell in May and Go Away”. Tapi, apa sebenarnya maksud dari ungkapan ini? Apakah ini hanya mitos, atau ada fakta di baliknya? Mari kita bahas lebih dalam.

Apa Itu “Sell In May and Go Away”?

“Sell in May and Go Away” adalah sebuah strategi pasar saham yang berasal dari observasi historis bahwa performa pasar cenderung melemah pada periode Mei hingga Oktober, dibandingkan dengan November hingga April. Dengan kata lain, para investor disarankan untuk menjual saham mereka pada bulan Mei, dan “menghilang” dari pasar sampai akhir tahun, untuk menghindari potensi penurunan kinerja.

Strategi ini terutama populer di pasar saham Amerika Serikat dan Eropa, tetapi belakangan ini konsepnya juga mulai diperbincangkan di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia.

Apakah ” Sell in may and go away ” ? berlaku untuk pasar saham Indonesia ??

Meskipun fenomena sell in may and go away berasal dari luar negeri, tapi dampaknya juga seringkali dapat berimbas pada bursa saham di Indonesia. Pertanyaannya adalah seberapa besar pengaruh sentimen sell in may terhadap kinerja pasar saham Indonesia?

Untuk mengetahui jawabannya, kita perlu mengecek terlebih dulu bagaimana kinerja historis IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) selama periode Mei – Oktober dalam beberapa tahun belakangan. 

Setelah itu, kita dapat membandingkan jumlah periode dimana IHSG terbukti berkinerja buruk terhadap jumlah periode data keseluruhan untuk mengetahui seberapa akurat pengaruh sentimen sell in may and go away terhadap kinerja IHSG.

Pada contoh ini, kami menggunakan data kinerja bulanan IHSG selama 20 tahun terakhir (2002 – 2021).

Data ini menggunakan fitur Seasonality dari Stockbit. ( Fitur Seasonality Stockbit )

Setelah mengolah data di atas, kami mendapatkan hasil bahwa selama 20 tahun terakhir, ternyata hanya ada 7 kali saja dimana IHSG berkinerja buruk pada periode Mei – Oktober. Sisanya sebanyak 13 kali IHSG justru mampu membukukan kinerja positif, bahkan pada beberapa periode IHSG sempat menorehkan kinerja yang cukup impresif dengan tingkat pengembalian mencapai lebih dari 30%

Kesimpulan

Jika dihitung secara persentase, diperoleh tingkat akurasi “Sell in May and Go Away” di pasar saham Indonesia adalah sebesar 35%. Dengan kata lain, kita bisa menyimpulkan bahwa sentimen Sell in May and Go Away tidak begitu berpengaruh signifikan terhadap kinerja IHSG.

“Sell in May and Go Away” adalah salah satu fenomena menarik dalam dunia investasi yang mencerminkan bagaimana psikologi dan pola musiman bisa mempengaruhi pasar. Namun, sebagai investor cerdas, kita perlu memahami bahwa strategi investasi yang baik adalah yang berdasarkan analisis mendalam, bukan hanya pada mitos atau pola masa lalu.

Pasar saham adalah tentang kesabaran, konsistensi, dan keputusan rasional — bukan sekadar mengikuti pepatah lama.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tentang Artikel

Semua artikel di website ini ditulis dan dipublikasikan oleh tim Investhink untuk memudahkan para pembaca mendapatkan informasi seputar dunia Investasi dan trading secara gratis. 

Temukan Fakta Menarik

  • All Post
  • Artikel
  • Branding
  • Cryptocurrency
  • Development
  • Investasi
  • Korporasi
  • Leadership
  • Management
  • Psikologi
  • Reksadana
  • Saham

Main Office

18 Parc Place SCBD, Tower B, 2nd Floor, Jl. Jend. Sudirman Kav 52-53, Senayan, Kebayoran Baru, South Jakarta City, Jakarta 12190.

Terdaftar di

© 2024 Created Investhink