Saham Naik Bukan Karena Fundamental atau Teknikal, Tapi Karena Emosi

Jujur aja, banyak orang ngira pasar saham itu digerakin sama data — kayak laporan keuangan yang kinclong atau analisis teknikal yang rapi. Padahal kenyataannya, yang bikin harga saham naik-turun itu sering kali bukan logika, tapi emosi manusia. Yup, pasar saham tuh isinya bukan cuma angka, tapi juga rasa — mulai dari serakah, takut, sampe FOMO berjamaah.

 

Coba deh liat, begitu ada kabar bagus dikit, misalnya ekonomi katanya membaik atau ada rumor perusahaan mau ekspansi, orang-orang langsung rame beli saham. Nggak peduli beneran berdampak atau nggak, yang penting ikut cuan. Tapi giliran ada berita jelek dikit aja, langsung panik, jualan rame-rame, harga pun ambruk. Jadi ya, bukan grafik yang jalan duluan, tapi emosi massa yang ngatur ritme pasar.

Yang kayak gini biasa disebut “sentimen pasar”. Kadang, saham yang secara fundamental masih biasa aja bisa terbang tinggi gara-gara banyak orang “percaya” sama ceritanya. Contohnya? Startup yang masih rugi tapi dibilang bakal jadi “the next big thing”. Orang beli bukan karena laporan keuangannya bagus, tapi karena ikut vibe optimisme.

Makanya, main saham tuh bukan cuma soal bisa baca data, tapi juga bisa baca suasana hati pasar. Investor yang kuat itu bukan yang paling pinter analisis, tapi yang paling bisa nahan diri pas pasar lagi gila. Karena jujur, banyak yang nyangkut bukan karena salah pilih saham, tapi karena nggak bisa kalem waktu harga goyang.

Baca juga : https://investhink.id/ternyata-investasi-saham-tidak-semudah-ucapan-influencer/

Intinya, pasar saham itu bukan tempat buat yang baperan. Kadang harga naik bukan karena perusahaannya makin keren, tapi karena orang-orang lagi euforia. Dan bisa jeblok cuma gara-gara semua lagi takut bareng-bareng. Jadi kalau mau survive di dunia saham, bukan cuma otak yang kudu nyala — tapi mental juga harus baja.

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram

 

Penulis : Orryza Sativa

Baca Juga :

Saham Naik Bukan Karena Fundamental atau Teknikal, Tapi Karena Emosi

Jujur aja, banyak orang ngira pasar saham itu digerakin sama data — kayak laporan keuangan yang kinclong atau analisis teknikal yang rapi. Padahal kenyataannya, yang bikin harga saham naik-turun itu sering kali bukan logika, tapi emosi manusia. Yup, pasar saham tuh isinya bukan cuma angka, tapi juga rasa — mulai dari serakah, takut, sampe FOMO berjamaah.

 

Coba deh liat, begitu ada kabar bagus dikit, misalnya ekonomi katanya membaik atau ada rumor perusahaan mau ekspansi, orang-orang langsung rame beli saham. Nggak peduli beneran berdampak atau nggak, yang penting ikut cuan. Tapi giliran ada berita jelek dikit aja, langsung panik, jualan rame-rame, harga pun ambruk. Jadi ya, bukan grafik yang jalan duluan, tapi emosi massa yang ngatur ritme pasar.

Yang kayak gini biasa disebut “sentimen pasar”. Kadang, saham yang secara fundamental masih biasa aja bisa terbang tinggi gara-gara banyak orang “percaya” sama ceritanya. Contohnya? Startup yang masih rugi tapi dibilang bakal jadi “the next big thing”. Orang beli bukan karena laporan keuangannya bagus, tapi karena ikut vibe optimisme.

Makanya, main saham tuh bukan cuma soal bisa baca data, tapi juga bisa baca suasana hati pasar. Investor yang kuat itu bukan yang paling pinter analisis, tapi yang paling bisa nahan diri pas pasar lagi gila. Karena jujur, banyak yang nyangkut bukan karena salah pilih saham, tapi karena nggak bisa kalem waktu harga goyang.

Baca juga : https://investhink.id/ternyata-investasi-saham-tidak-semudah-ucapan-influencer/

Intinya, pasar saham itu bukan tempat buat yang baperan. Kadang harga naik bukan karena perusahaannya makin keren, tapi karena orang-orang lagi euforia. Dan bisa jeblok cuma gara-gara semua lagi takut bareng-bareng. Jadi kalau mau survive di dunia saham, bukan cuma otak yang kudu nyala — tapi mental juga harus baja.

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram

 

Penulis : Orryza Sativa

Scroll to Top