Purbaya Yudhi Sadewa tebar 200 T untuk stimulus pasar bagaimana efeknya ?

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa berencana memindahkan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun dari rekening di Bank Indonesia ke bank-bank Himbara, yaitu bank-bank milik negara. Tujuan utama langkah ini adalah supaya bank punya modal lebih banyak untuk menyalurkan kredit ke pelaku usaha dan masyarakat. Dengan begitu, roda ekonomi yang sempat melambat sejak Maret bisa kembali bergerak lebih cepat. Ibaratnya, bank diberi bahan bakar tambahan agar bisa menyalurkan pinjaman lebih luas, mulai dari UMKM, perusahaan besar, hingga kredit konsumsi untuk masyarakat.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Foto: Pradita Utama

Namun, rencana ini juga menuai catatan dari sejumlah ekonom. Ada kekhawatiran kalau dana jumbo tersebut tidak benar-benar masuk ke sektor riil, melainkan hanya “diparkir” di instrumen aman seperti Surat Berharga Negara (SBN) atau surat berharga yang diterbitkan Bank Indonesia (SRBI). Kalau begitu, efeknya ke pertumbuhan kredit bisa terbatas, dan tujuan awal untuk mendorong ekonomi jadi kurang tercapai.

Dari sisi pasar modal, kebijakan ini tentu membawa sentimen positif, terutama untuk saham perbankan. Bank-bank BUMN jelas jadi pihak yang paling diuntungkan karena modalnya bertambah besar. Kalau mereka benar-benar agresif menyalurkan kredit, prospek keuntungan bank ikut meningkat, sehingga investor bisa lebih optimis terhadap kinerja saham-saham perbankan.

Tidak hanya bank, sektor properti dan konstruksi juga berpotensi kecipratan. Dengan akses kredit yang lebih mudah, masyarakat bisa lebih leluasa mengambil KPR atau pinjaman pembangunan rumah. Hal ini bisa mendorong penjualan developer sekaligus membuka peluang proyek baru bagi kontraktor. Di sisi lain, sektor konsumsi dan ritel juga bisa ikut naik, karena dengan kredit lancar, UMKM lebih mudah berkembang dan daya beli masyarakat pun meningkat.

Pasar obligasi juga bisa mendapat efek samping. Jika dana besar itu malah lebih banyak ditempatkan di SBN atau SRBI, maka permintaan terhadap obligasi pemerintah bisa naik dan yield turun. Bagi investor obligasi, hal ini bisa jadi menarik, tapi bagi ekonomi riil, dampaknya tidak sebesar bila uang benar-benar diputar untuk kredit produktif.

Singkatnya, langkah pemindahan dana Rp200 triliun ini bisa jadi dorongan kuat bagi pasar modal, terutama di sektor perbankan, properti, konstruksi, dan konsumsi. Namun, hasil akhirnya sangat bergantung pada bagaimana dana itu benar-benar dikelola. Kalau tersalurkan dengan baik, efeknya bisa mendorong optimisme dan menghidupkan kembali aktivitas ekonomi. Tapi kalau hanya berhenti di instrumen aman, pasar mungkin hanya akan merespons datar.

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram

 

Penulis : Uzairon Ardiansyah

Baca Juga :

Purbaya Yudhi Sadewa tebar 200 T untuk stimulus pasar bagaimana efeknya ?

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa berencana memindahkan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun dari rekening di Bank Indonesia ke bank-bank Himbara, yaitu bank-bank milik negara. Tujuan utama langkah ini adalah supaya bank punya modal lebih banyak untuk menyalurkan kredit ke pelaku usaha dan masyarakat. Dengan begitu, roda ekonomi yang sempat melambat sejak Maret bisa kembali bergerak lebih cepat. Ibaratnya, bank diberi bahan bakar tambahan agar bisa menyalurkan pinjaman lebih luas, mulai dari UMKM, perusahaan besar, hingga kredit konsumsi untuk masyarakat.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Foto: Pradita Utama

Namun, rencana ini juga menuai catatan dari sejumlah ekonom. Ada kekhawatiran kalau dana jumbo tersebut tidak benar-benar masuk ke sektor riil, melainkan hanya “diparkir” di instrumen aman seperti Surat Berharga Negara (SBN) atau surat berharga yang diterbitkan Bank Indonesia (SRBI). Kalau begitu, efeknya ke pertumbuhan kredit bisa terbatas, dan tujuan awal untuk mendorong ekonomi jadi kurang tercapai.

Dari sisi pasar modal, kebijakan ini tentu membawa sentimen positif, terutama untuk saham perbankan. Bank-bank BUMN jelas jadi pihak yang paling diuntungkan karena modalnya bertambah besar. Kalau mereka benar-benar agresif menyalurkan kredit, prospek keuntungan bank ikut meningkat, sehingga investor bisa lebih optimis terhadap kinerja saham-saham perbankan.

Tidak hanya bank, sektor properti dan konstruksi juga berpotensi kecipratan. Dengan akses kredit yang lebih mudah, masyarakat bisa lebih leluasa mengambil KPR atau pinjaman pembangunan rumah. Hal ini bisa mendorong penjualan developer sekaligus membuka peluang proyek baru bagi kontraktor. Di sisi lain, sektor konsumsi dan ritel juga bisa ikut naik, karena dengan kredit lancar, UMKM lebih mudah berkembang dan daya beli masyarakat pun meningkat.

Pasar obligasi juga bisa mendapat efek samping. Jika dana besar itu malah lebih banyak ditempatkan di SBN atau SRBI, maka permintaan terhadap obligasi pemerintah bisa naik dan yield turun. Bagi investor obligasi, hal ini bisa jadi menarik, tapi bagi ekonomi riil, dampaknya tidak sebesar bila uang benar-benar diputar untuk kredit produktif.

Singkatnya, langkah pemindahan dana Rp200 triliun ini bisa jadi dorongan kuat bagi pasar modal, terutama di sektor perbankan, properti, konstruksi, dan konsumsi. Namun, hasil akhirnya sangat bergantung pada bagaimana dana itu benar-benar dikelola. Kalau tersalurkan dengan baik, efeknya bisa mendorong optimisme dan menghidupkan kembali aktivitas ekonomi. Tapi kalau hanya berhenti di instrumen aman, pasar mungkin hanya akan merespons datar.

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram

 

Penulis : Uzairon Ardiansyah

Scroll to Top