Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 15-16 Juli 2025 memutuskan untuk menurunkan BI-Rate sebesar 25 bps menjadi 5,25%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4,50%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,00%.

Logo Bank Indonesia (BI) di kantor pusat Bank Indonesia
Penurunan BI Rate atau suku bunga acuan dari Bank Indonesia seringkali membawa angin segar bagi pasar saham. Alasannya sederhana—ketika suku bunga turun, biaya pinjaman menjadi lebih murah dan bunga simpanan seperti deposito jadi kurang menarik.
Hal ini mendorong investor untuk mencari alternatif investasi yang menawarkan potensi keuntungan lebih besar, salah satunya adalah saham. Arus dana yang berpindah dari deposito ke pasar saham biasanya menyebabkan permintaan terhadap saham meningkat, yang akhirnya mendorong harga saham naik.
Selain itu, penurunan suku bunga juga berdampak positif bagi perusahaan. Dengan biaya pinjaman yang lebih rendah, perusahaan memiliki peluang lebih besar untuk mengambil kredit, memperluas bisnis, atau melakukan ekspansi lainnya.
Hasilnya, potensi keuntungan mereka meningkat, dan hal ini menciptakan sentimen positif di pasar saham. Beberapa sektor yang paling cepat merespons penurunan BI Rate antara lain perbankan, properti, dan sektor konsumsi.
Misalnya, saham-saham seperti BBRI (Bank Rakyat Indonesia) bisa diuntungkan karena biaya dana yang lebih murah meningkatkan margin laba. Sektor properti seperti SMRA (Summarecon Agung) atau PWON (Pakuwon Jati) juga kerap terdorong naik karena penurunan bunga KPR bisa meningkatkan permintaan rumah.
Baca juga : https://investhink.id/pengaruh-kenaikan-tarif-pajak-amerika-terhadap-sektor-saham-di-indonesia/
Contoh nyata bisa dilihat saat BI Rate diturunkan secara bertahap selama pandemi 2020. Penurunan ini mendorong investor untuk masuk ke pasar saham karena ekspektasi pemulihan ekonomi yang lebih cepat. IHSG pun sempat menunjukkan tren menguat setelah kebijakan tersebut.
Namun tentu saja, meskipun penurunan suku bunga bisa jadi kabar baik, pasar saham tetap dipengaruhi oleh banyak faktor lain seperti kondisi global, kinerja emiten, dan stabilitas politik. Jadi, penting juga untuk tetap berhati-hati dan mempertimbangkan faktor lain sebelum mengambil keputusan investasi.