Author name: Tim Edukator

Artikel, Investasi, Saham

Jumlah Investor Pasar Modal di Indonesia Tembus 15 Juta Lebih

Pada tahun 2025, pasar modal Indonesia mencatat pertumbuhan signifikan dalam jumlah investor saham. Hingga 8 April 2025, jumlah investor pasar modal mencapai 15.888.836 Single Investor Identification (SID), meningkat sekitar 1 juta sejak awal tahun. Dari jumlah tersebut, investor saham tercatat sebanyak 6.744.128 SID, tumbuh 362.684 investor dibandingkan awal tahun. Photo BEI : Mentri Keuangan dan para pemangku jabatan Pasar Modal Indonesia Pertumbuhan ini mencerminkan peningkatan literasi keuangan dan minat masyarakat terhadap investasi di pasar modal. Faktor pendorongnya antara lain kemudahan akses melalui platform digital, edukasi yang masif oleh Bursa Efek Indonesia (BEI), dan dukungan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Menariknya, selama periode libur Idulfitri 2025 (28 Maret–7 April), terjadi penambahan 38.676 SID saham baru, menyumbang 10,7% dari total penambahan SID saham sepanjang tahun. Hal ini menunjukkan bahwa minat investasi tetap tinggi meski di tengah libur panjang . Mayoritas investor di pasar modal Indonesia adalah individu, mencapai 99,7% dari total SID. Selain itu, sekitar 79% investor berusia di bawah 40 tahun, menunjukkan dominasi generasi muda dalam ekosistem investasi. Baca Juga : https://investhink.id/investor-misterius-djoni-terungkap-ternyata-pengusaha-asal-jambi/ Dengan jumlah penduduk Indonesia yang melebihi 280 juta jiwa, potensi pertumbuhan investor saham masih sangat besar. BEI dan OJK terus berupaya meningkatkan literasi dan inklusi keuangan melalui berbagai program edukasi dan kolaborasi dengan berbagai pihak . Secara keseluruhan, tahun 2025 menjadi tonggak penting bagi perkembangan pasar modal Indonesia, dengan pertumbuhan jumlah investor saham yang signifikan dan partisipasi aktif dari generasi muda. Hal ini memberikan optimisme terhadap masa depan investasi di Indonesia.

Artikel, Investasi, Saham

Mengenal Sharpe Ratio, Cara Kontrol Risiko Investasi Kita

Dalam dunia investasi, salah satu tantangan terbesar adalah mengevaluasi kinerja suatu aset atau portofolio investasi secara objektif. Banyak investor yang hanya melihat hasil pengembalian (return) yang diperoleh tanpa mempertimbangkan risiko yang diambil untuk mencapai pengembalian tersebut. Untuk itu, ada alat yang sangat penting dalam analisis keuangan yaitu Sharpe Ratio. Risk and Reward image ( Pinterst ) Sharpe Ratio merupakan alat yang digunakan untuk mengukur kinerja investasi dengan memperhitungkan risiko yang terlibat. Dengan menggunakan Sharpe Ratio, investor dapat mengetahui apakah pengembalian yang diperoleh dari suatu investasi sebanding dengan risiko yang diambil. Baca Juga : https://investhink.id/hukum-investasi-saham-menurut-pandangan-islam/ Definisi Sharpe Ratio Sharpe Ratio pertama kali diperkenalkan oleh ekonom William F. Sharpe pada tahun 1966. Sharpe Ratio mengukur pengembalian yang diperoleh dari suatu investasi relatif terhadap risiko yang ditanggung oleh investor. Dengan kata lain, Sharpe Ratio memungkinkan investor untuk mengevaluasi apakah investasi tersebut memberikan pengembalian yang lebih tinggi dibandingkan dengan risikonya. Rumus Sharpe Ratio :    Sharpe Ratio mengukur perbedaan antara pengembalian investasi dengan tingkat pengembalian bebas risiko, kemudian membagi perbedaan tersebut dengan tingkat volatilitas (risiko) dari investasi tersebut. Dalam hal ini, semakin tinggi Sharpe Ratio, semakin baik kinerja investasi yang bersangkutan dalam mengelola risiko. Sebaliknya, jika Sharpe Ratio rendah, itu menandakan bahwa investasi tersebut mungkin menghasilkan pengembalian yang kurang optimal dibandingkan dengan risiko yang ditanggung. Contoh Sharpe Ratio dalam Investasi Saham Misalkan Anda seorang investor yang tertarik untuk menilai kinerja dua saham, yaitu Saham A dan Saham B, dengan menggunakan Sharpe Ratio. Di bawah ini adalah data yang Anda miliki: Saham A: Pengembalian tahunan (Return) = 15% Volatilitas (Deviasi standar) = 20% Saham B: Pengembalian tahunan (Return) = 10% Volatilitas (Deviasi standar) = 12% Tingkat pengembalian bebas risiko (Risk-Free Rate): 3% (misalnya, pengembalian dari obligasi pemerintah) Dengan data ini, kita dapat menghitung Sharpe Ratio untuk masing-masing saham menggunakan rumus:   1. Perhitungan Sharpe Ratio untuk Saham AUntuk Saham A, kita dapat menghitung Sharpe Ratio sebagai berikut: 2. Perhitungan Sharpe Ratio untuk Saham BUntuk Saham B, kita dapat menghitung Sharpe Ratio sebagai berikut: Interpretasi HasilSharpe Ratio Saham A: 0.6 Sharpe Ratio Saham B: 0.583 Berdasarkan perhitungan ini, Saham A memiliki Sharpe Ratio yang lebih tinggi (0.6) dibandingkan dengan Saham B (0.583). Ini berarti bahwa meskipun pengembalian yang diperoleh dari Saham A lebih tinggi, Saham A memberikan pengembalian yang lebih besar relatif terhadap risiko yang diambil jika dibandingkan dengan Saham B. Oleh karena itu, meskipun kedua saham memiliki tingkat pengembalian yang baik, Saham A lebih efisien dalam mengelola risiko berdasarkan Sharpe Ratio. Namun, perlu dicatat bahwa Sharpe Ratio bukan satu-satunya indikator dalam membuat keputusan investasi. Investor juga perlu mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti tujuan investasi, profil risiko, dan faktor fundamental dari perusahaan yang bersangkutan.

Artikel, Investasi, Saham

Hukum Investasi Saham Menurut Pandangan Islam?

Berinvestasi saham bisa menjadi cara untuk menambah pemasukan atau passive income tanpa harus meninggalkan pekerjaan utama. Namun untuk para investor muslim, tidak semua investasi di pasar modal itu sesuai dengan syariat Islam. Lalu, bagaimana hukum investasi saham menurut Islam? Apakah diperbolehkan atau tidak? Begini Ulasanya Menurut hukum Islam, investasi saham dianggap halal kecuali investasi tersebut melanggar aturan agama. Ada sejumlah Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) yang membolehkan umat Islam berinvestasi saham. Fatwa MUI ini merupakan koridor atau aturan bagi kaum muslim dalam berinvestasi. Berikut fatwa MUI terkait investasi di pasar modal/saham: Fatwa No. 40/DSN-MUI/X/2003: Tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal. Fatwa ini menjelaskan bahwa investasi di Pasar Modal Syariah diperbolehkan selama tidak melanggar prinsip Islam. Fatwa No. 20/DSN-MUI/IV/2001: Tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah. Fatwa No. 80/DSN-MUI/III/2011: Tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek. Fatwa No. 138/DSN-MUI/V/2020: Tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Kliring, dan Penjaminan Penyelesaian Transaksi Bursa atas Efek Bersifat Ekuitas di Bursa Efek. Fatwa No. 135/DSN-MUI/V/2020: Tentang Saham   Singkatnya, investasi saham dibolehkan dalam Islam selama dilakukan dengan cara yang halal dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Hal ini memastikan bahwa investasi tidak hanya memberikan keuntungan finansial, tetapi juga berkontribusi pada kebaikan dan keberkahan.   

Artikel, Cryptocurrency, Investasi, Saham

Tetap Hati-hati, Harga Emas Pernah Turun Tajam

Harga emas dunia terus menanjak hingga menyentuh rekor tertinggi sepanjang sejarah di level US$3.354 per troy ons pada Senin (21/4). Rally kenaikan harga emas makin tak terbendung. Di pasar dunia, harga emas sudah diperdagangkan memecahkan rekor tertinggi baru, yang serta merta diikuti oleh lonjakan harga emas di dalam negeri.   Harga emas dunia terus menanjak hingga menyentuh rekor tertinggi sepanjang sejarah di level US$3.354 per troy ons pada Selasa (9/4). Ilustrasi. Kenaikan luar biasa harga emas di luar negeri itu, memicu pula kenaikan harga emas di pasar lokal. Harga emas produksi PT Aneka Tambang Tbk (Antam) mencatat kenaikan harga sampai tiga kali dalam 24 jam terakhir. salah satu penyebab harga emas mengalami peningkatakan yakni karena pengumuman tarif Trump. Hal itu membuat ketidakpastian tinggi dalam ekonomi global dan meningkatkan risiko resesi, terutama di Amerika Serikat (AS). Baca juga : https://investhink.id/bikin-pasar-saham-naik-turun-apa-sebenarnya-perang-dagang-itu/ Melihat lonjakan harga emas baik di pasar mancanegara maupun domestik yang luar biasa dan mungkin sebentar lagi menjebol Rp2 juta per gram, mungkin membuat banyak orang mulai ‘gentar’ apakah sekarang ini masih menjadi waktu yang tepat untuk membeli ketika harga dirasa sudah mahal. Bagaimana bila ke depan harga emas malah berbalik turun?  Sejatinya, harga emas hampir selalu naik ketika ketidakpastian di konteks perekonomian global membesar. Emas diburu sebagai aset aman alias safe haven, semacam tempat parkir dana sementara, karena pergerakannya relatif lebih stabil dalam jangka panjang. Namun, karena emas tidak memberikan imbal hasil (non-yielding asset) sebagaimana obligasi, misalnya, emas akan cenderung ditinggalkan begitu prospek ekonomi kembali cerah. Dana-dana investor yang semula ditempatkan di emas akan berangsur keluar kembali menyerbu aset-aset agresif yang lebih berisiko dengan peluang return lebih besar pula, seperti saham atau paper investment lain. Grafik pergerakan harga emas dalam 15 tahun terakhir. Emas pernah beberapa kali mengalami penurunan harga ( Image Tradingview ) Kejatuhan harga emas hampir pasti mempengaruhi pula penurunan harga emas di pasar lokal, seperti emas Antam. Meski seringkali kurs dolar AS menahan penurunannya jadi lebih terbatas.  Banyak orang fomo terhadap emas saat ini. Sampai lupa jika disiklus sebelumnya emas rally dimulai tahun 2007, 2008, 2009, 2010 dan peak 2011 waktu harga $1,896/oz. Total 5 tahun dan gold kembali turun ke harga $1,050 pada tahun 2015 atau mengalami koreksi dari puncaknya sebesar 45%. Di siklus saat ini, emas mulai rally dari jaman covid 2021, 2022, 2023, 2024 dan masuk 2025 atau masuk tahun ke 5. 

Artikel, Investasi, Saham

Racikan East Ventures di Balik Suksesnya IPO Kopi FORE

Saham PT Fore Kopi Indonesia Tbk (FORE) melesat di harga 392 atau  mengalami auto reject atas  (ARA), Rabo (16/4/2025).  Ini merupakan ARA hari ketiga secara berturut-turut sejak listing kemarin, yang mana seremoni pencatatan saham FORE juga dihadiri oleh Franky Widjaja hingga Pandu Sjahrir. Pencatatan saham perdana PT Fore Kopi Indonesia Tbk (FORE), Senin (15/4)   Lewat IPO, Fore Coffee menawarkan sebanyak 1,88 miliar lembar saham ke publik atau setara 21,08% dari modal ditempatkan dan disetor penuh. Dengan skema ini, Fore Coffee meraup dana segar sekitar Rp 353,44 miliar.  Baca Juga : https://investhink.id/berani-beli-saham-juga-harus-berani-cut-loss-kenapa/ Listing FORE kemarin sempat mencuri perhatian karena dihadiri dua tokoh penting dalam dunia investasi dan bisnis nasional yaitu Pandu Sjahrir dan Franky Widjaja. Pandu Sjahrir, Chief Investment Officer Danantara dan investor lama Fore, menyampaikan bahwa kehadirannya merupakan bentuk dukungan sebagai salah satu investor awal yang telah menanamkan modal secara pribadi sejak tujuh tahun lalu. “Saya investasi di Fore karena diajak Wilson Cuaca. Saya masuk sebagai investor pribadi, mendukung dari awal. Ini kapasitas saya sebagai liquidity provider,” ujarnya saat ditemui usai seremoni pencatatan, Senin (14/4/2025). Pandu menyebut bahwa IPO Fore merupakan bukti bahwa perusahaan lokal bisa tumbuh sehat dengan tata kelola yang baik. Ia menekankan pentingnya memberikan nilai tambah pada setiap investasi, termasuk di sektor riil seperti F&B.

Artikel, Investasi, Saham

Berani Beli Saham Juga Harus Berani Cut Loss, Kenapa?

Meski iklim investasi menunjukkan pertumbuhan signifikan, rupanya banyak calon investor yang dihadapi dilema untuk mulai berinvestasi. Salah satu petinggi disuatu perusahaan finance membagikan saran bagi para investor, khususnya investor yang baru saja memulai investasinya. Ilustrasi Cut loss ( Pinterest ) Dia memaparkan, dalam melakukan investasi, calon investor dipastikan memiliki disiplin terhadap diri sendiri. Dalam hal ini, cut loss atau kerugian menjadi bagian dari disiplin tersebut. “Kalau kita tidak disiplin cut loss, selesai kalau tiba-tiba marketnya drop panjang. Banyak drop 90% baru naik 5 tahun lagi,” Baca Juga : https://investhink.id/mengenal-sovereign-wealth-fund-swf-terbesar-di-dunia/ Dalam mendisiplinkan kerugian, beliau mengimbau, para investor untuk melakukan perbandingan antara profit dan kerugian, yaitu 1 banding 2. Artinya investor dapat menargetkan profit sebesar 100%, sedangkan kerugiannya 50%. “Di mana caranya stop loss? Ketika mau masuk investment, kita plan, kita harus juga plan kita punya risk and reward. Artinya, di mana kita mau take profit, di mana kita juga mau capt loss,” papar dia. Lebih lanjut, dia juga menegaskan bahwa calon investor tidak semata-mata mengharapkan untuk cepat mendapatkan keuntungan. Pasalnya, ada waktu ketika kondisi pasar mengalami kejatuhan. “Waktu market drop, kita bertendensi menunggu nanti suatu saat balik lagi kok. Mungkin pertama balik, iya. Tapi kalau pada kondisi ekonomi apa pun tidak mendukung dan market jatuh dan jatuh lagi, bertahun-bertahun sudah nunggu 5 tahun, market balik ke level yang kita masuk, untung sedikit kita take profit. Itu banyak yang seperti itu,” tegas beliau. Tak hanya disiplin terhadap kerugian, calon investor juga diwajibkan meningkatkan pemahaman mengenai investasi. Untuk hal ini, saat ini sudah bisa didapatkan dengan mudah melalui berbagai platform teknologi. “Artinya, fundamental di dalam knowledge kita mengenai keadaan pasar, mengenai keadaan produk, harus kita tingkatkan, supaya kita enggak ikut-ikutan.”

Artikel, Investasi, Saham

Alasan Kenapa Trader Saham Banyak Menyerah Ditahun Kedua

Bagi banyak trader saham pemula, tahun pertama mereka sering diwarnai dengan semangat tinggi, pembelajaran cepat, dan mungkin bahkan keberuntungan. Namun, tahun kedua dalam perjalanan trading bisa menjadi tantangan besar Ilustrasi seorang trader ( ChatGpt ) Tidak sedikit trader yang mengalami kegagalan setelah melewati tahun pertama mereka. Artikel ini akan mengulas beberapa alasan utama mengapa banyak trader saham mengalami kegagalan pada tahun kedua mereka. 1. Kehilangan Disiplin dalam Strategi TradingPada tahun pertama, trader seringkali fokus pada pembelajaran dan eksperimen dengan berbagai strategi. Banyak yang mencoba berbagai pendekatan, baik itu analisis teknikal, fundamental, atau bahkan trading berdasarkan sentimen pasar. Namun, pada tahun kedua, tanpa disiplin yang kuat dalam menerapkan strategi yang telah dipelajari, mereka mudah tergoda untuk mengambil keputusan impulsif. Baca Juga :  https://investhink.id/mengenal-george-soros-sang-maestro-investasi-risiko-tinggi/ 2. Kurangnya Pengelolaan Risiko yang TepatPada tahun pertama, banyak trader yang mungkin beruntung dan meraih keuntungan yang signifikan, namun mereka sering mengabaikan pengelolaan risiko yang tepat. Mereka mungkin merasa terlalu percaya diri setelah serangkaian transaksi yang menguntungkan. Namun, pada tahun kedua, pasar tidak selalu memberikan keuntungan yang sama, dan tanpa pengelolaan risiko yang solid, trader bisa kehilangan sebagian besar atau seluruh keuntungan mereka. 3. Overtrading dan Emosi yang Tidak TerkendaliPada tahun pertama, trader mungkin lebih fokus pada proses belajar dan mengenali pasar. Namun, pada tahun kedua, banyak trader yang merasa terburu-buru untuk “mempercepat” keuntungan mereka. Akibatnya, mereka terjebak dalam overtrading – yaitu melakukan terlalu banyak transaksi dalam waktu singkat, baik itu karena rasa ingin tahu, keserakahan, atau dorongan emosional lainnya. Overtrading sering kali dilakukan tanpa perhitungan matang, dan ini bisa menyebabkan trader terjebak dalam pola kehilangan modal. Emosi seperti ketakutan (fear) dan keserakahan (greed) yang tidak terkendali sering kali merusak pengambilan keputusan yang rasional, yang pada akhirnya mengarah pada kerugian. Trader yang tidak dapat mengelola emosi mereka dengan baik akan sangat berisiko gagal di tahun kedua. 4. Kurangnya Evaluasi dan Pembelajaran dari KesalahanSetiap trader pasti akan mengalami kekalahan. Namun, yang membedakan trader yang berhasil dari yang gagal adalah kemampuan untuk belajar dari kesalahan. Pada tahun kedua, beberapa trader mungkin gagal mengevaluasi kesalahan yang mereka buat pada tahun pertama. Mereka mungkin terlalu fokus pada hasil jangka pendek dan mengabaikan analisis terhadap kegagalan mereka. 5. Mengabaikan Psikologi TradingPsikologi trading adalah elemen penting yang sering diabaikan oleh trader pemula. Setelah mengalami keberhasilan pada tahun pertama, banyak trader yang merasa optimis dan terlalu percaya diri, sehingga mengabaikan pentingnya kesiapan mental dalam menghadapi pasar yang tidak selalu berpihak pada mereka. Pada tahun kedua, trader harus dapat mengelola ketakutan dan kegembiraan dengan lebih baik. Ketika pasar bergerak melawan mereka, trader harus tetap tenang dan rasional. Mengabaikan pengelolaan psikologi trading dapat memengaruhi pengambilan keputusan dan meningkatkan risiko kegagalan. KesimpulanTahun kedua adalah periode penting dalam perjalanan trading seorang trader saham. Banyak yang mulai kehilangan arah setelah melewati tahun pertama, dan tanpa pengelolaan disiplin, risiko, emosi, serta evaluasi yang baik, mereka cenderung gagal. Untuk menghindari kegagalan ini, penting bagi trader untuk fokus pada pengelolaan risiko, menghindari overtrading, menjaga psikologi trading yang sehat, serta terus belajar dari setiap pengalaman dan kesalahan yang terjadi. Perjalanan trading adalah proses panjang yang membutuhkan kedisiplinan, pembelajaran, dan pengelolaan risiko yang baik. Hanya dengan pendekatan yang matang dan konsisten, trader dapat bertahan dan sukses dalam jangka panjang.

Artikel, Investasi, Saham

Tau Gak Kenapa Warren Buffett Lebih Kaya dari Charlie Munger?

Warren Buffett dan Charlie Munger adalah dua tokoh legendaris dalam dunia investasi yang dikenal melalui kepemimpinan mereka di perusahaan Berkshire Hathaway. Meski keduanya sama-sama cemerlang dan telah bekerja sama selama puluhan tahun, Warren Buffett secara konsisten memiliki kekayaan yang jauh lebih besar dibandingkan Charlie Munger. Hal ini dapat dijelaskan melalui beberapa faktor utama berikut: 1. Titik Awal yang BerbedaWarren Buffett mulai berinvestasi sejak usia sangat muda dan membangun kekayaannya dari bawah. Ia mendirikan perusahaan investasinya sendiri, Buffett Partnership Ltd., pada usia 25 tahun. Di sisi lain, Charlie Munger memulai kariernya sebagai pengacara sebelum beralih ke dunia investasi secara penuh di usia yang lebih matang. Perbedaan waktu dalam membangun portofolio investasi membuat Buffett memiliki “head start” yang signifikan. 2. Strategi Investasi Lebih AgresifBuffett dikenal sebagai investor yang sangat disiplin dan oportunistik. Ia bersedia mengambil risiko besar di masa-masa awal kariernya, termasuk investasi dalam perusahaan kecil yang undervalued. Sementara itu, Munger lebih konservatif dan cenderung memilih investasi dengan margin keamanan yang sangat tinggi. Pendekatan Buffett yang lebih agresif membuahkan hasil besar dalam jangka panjang. 3. Kepemilikan Saham Berkshire HathawayWarren Buffett adalah pemegang saham terbesar Berkshire Hathaway. Ia secara konsisten menahan sahamnya dan tidak menjual, yang membuat nilai kekayaannya terus tumbuh seiring kenaikan nilai saham perusahaan. Munger memang memiliki saham, tetapi dalam jumlah yang jauh lebih kecil. Perbedaan proporsi kepemilikan ini menjelaskan jurang kekayaan di antara keduanya. Baca Juga : https://investhink.id/buffet-sudah-lama-cium-gejala-resesi/ 4. Fokus Utama dan Gaya HidupBuffett menjalani hidup yang sangat fokus pada akumulasi kekayaan melalui investasi dan akuisisi perusahaan. Ia hampir sepenuhnya mencurahkan hidupnya untuk Berkshire Hathaway. Munger, di sisi lain, menjalani kehidupan yang lebih seimbang, termasuk perannya dalam perusahaan lain dan kegiatan filantropis. Perbedaan fokus ini berpengaruh pada akumulasi kekayaan masing-masing. 5. Warisan dan Distribusi KekayaanCharlie Munger dikenal sebagai sosok dermawan yang banyak menyumbangkan kekayaannya untuk pendidikan dan amal, terutama kepada Universitas Stanford dan Universitas Michigan. Sumbangan ini tentu mengurangi jumlah kekayaan bersih yang tercatat, berbeda dengan Buffett yang lebih banyak menyimpan kekayaannya dalam bentuk saham hingga saat ini. KesimpulanWarren Buffett lebih kaya dari Charlie Munger bukan karena ia lebih cerdas atau lebih berbakat, tetapi karena perbedaan pendekatan hidup, strategi investasi, dan titik awal karier mereka. Meski berbeda dalam kekayaan, keduanya tetap menjadi simbol kebijaksanaan, kesederhanaan, dan etika tinggi dalam dunia investasi modern.

Artikel, Investasi, Saham

Apa dan Siapa Itu Liquidity Provider di Saham ?

Dalam dunia pasar modal, istilah liquidity provider semakin sering terdengar, terutama di tengah meningkatnya aktivitas perdagangan dan pertumbuhan investor ritel. Namun, siapa sebenarnya liquidity provider itu? Dan apa peran mereka dalam perdagangan saham? Ilustrasi Liquidity Provider ( Pinterest ) Pengertian Liquidity Provider Liquidity provider adalah pihak yang bertugas menyediakan likuiditas di pasar dengan cara terus-menerus memasang harga jual (ask) dan harga beli (bid) terhadap suatu saham. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa selalu ada penawaran dan permintaan, sehingga transaksi bisa terjadi kapan saja dengan spread yang wajar. Baca Juga : https://investhink.id/nahkoda-danantara-siapa-saja-berikut-ulasannya/ Dengan kata lain, mereka adalah “penjaga pasar” (market maker) yang menjembatani antara penjual dan pembeli agar perdagangan bisa berjalan lancar. Mereka mengambil keuntungan dari selisih harga jual dan beli (bid-ask spread). Peran Vital dalam Pasar Saham Peran liquidity provider sangat penting dalam menjaga efisiensi pasar. Tanpa mereka, saham-saham tertentu, khususnya saham dengan volume transaksi kecil (illiquid stocks), akan sulit diperjualbelikan karena tidak ada cukup permintaan atau penawaran. Hal ini bisa menyebabkan volatilitas harga yang tinggi dan risiko besar bagi investor. Dengan adanya liquidity provider, investor bisa lebih percaya diri untuk membeli atau menjual saham kapan saja karena tahu akan selalu ada pihak yang siap melakukan transaksi. Siapa Saja yang Bisa Menjadi Liquidity Provider? Di pasar saham Indonesia, liquidity provider umumnya adalah: Perusahaan Sekuritas (Broker)Banyak perusahaan sekuritas besar yang juga bertindak sebagai liquidity provider. Mereka memiliki sistem otomatis untuk memasang harga beli dan jual di berbagai saham. Bank atau Lembaga Keuangan BesarDi pasar global, bank investasi besar seperti JPMorgan atau Goldman Sachs juga berperan sebagai liquidity provider di berbagai instrumen keuangan, termasuk saham. Pelaku Khusus yang Ditunjuk BursaBursa Efek Indonesia (BEI) juga memiliki program Liquidity Provider (LP) yang menunjuk sekuritas tertentu untuk menjaga likuiditas saham-saham tertentu, terutama yang baru IPO atau saham dengan volume rendah.   Kesimpulan Liquidity provider adalah elemen penting dalam ekosistem pasar saham. Mereka memastikan bahwa perdagangan bisa berlangsung secara efisien dan berkesinambungan, bahkan untuk saham yang tidak begitu populer. Dengan memahami peran mereka, investor bisa lebih mengerti bagaimana pasar bekerja dan kenapa likuiditas menjadi faktor penting dalam memilih saham.

Artikel, Cryptocurrency, Investasi, Saham

Mengenal Tarif Resiprokal dalam Perang Dagang Antar Negara

Ketegangan dalam hubungan dagang antar negara sering kali memunculkan kebijakan balasan yang dikenal sebagai resiprokal. Istilah tersebut kembali mencuat seiring meningkatnya praktik proteksionisme yang dilakukan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang menaikkan tarif impor terhadap sejumlah negara baru-baru ini. Foto: Infografis/ Tarif Dagang Trump/ Edward Ricardo Sianturi ( CNBC ) Namun, beberapa negara dikenai tarif jauh lebih tinggi, bahkan mencapai 104%. Trump menyebut tarif tinggi yang diterapkan terhadap negara-negara seperti China, Vietnam, dan Kamboja sebagai “tarif resiprokal”. Apa sebenarnya maksud dari istilah tersebut? Apa Tarif Resiprokal ? Tarif timbal balik atau resiprokal adalah pajak atau pembatasan perdagangan yang dikenakan oleh suatu negara terhadap negara lain sebagai respons terhadap tindakan serupa yang dilakukan oleh negara tersebut. Tujuan utama dari tarif timbal balik adalah untuk menciptakan keseimbangan dalam perdagangan antarnegara. Baca Juga : https://investhink.id/bikin-pasar-saham-naik-turun-apa-sebenarnya-perang-dagang-itu/ Tarif yang tinggi ini bisa memicu tarif balasan yang lebih tinggi dari negara yang bersangkutan. Banyak negara biasanya akan berunding demi mencapai kesepakatan dagang agar tarif bisa diperkecil.  Jika tidak tarif balasan atau resiprokal biasanya akan diberikan. Saling perang tarif terakhir yang paling ramai adalah pada 2018-2019 di mana China dan AS menjadi tokoh sentral di dalamnya. Meski disebut “tarif resiprokal”, penerapannya ternyata tidak sepenuhnya mencerminkan prinsip timbal balik. Beberapa negara dikenakan tarif tinggi berdasarkan besarnya defisit perdagangan AS dengan negara tersebut, bukan karena tarif atau hambatan yang negara tersebut terapkan pada AS. Sebagai contoh, produk dari Vietnam dikenakan tarif 46%, Kamboja 49%, dan Uni Eropa 20%. Sementara itu, hampir semua produk dari China sekarang dikenai tarif sebesar 104% setelah China menolak menurunkan tarif balasannya kepada AS.  

Scroll to Top