Author name: Tim Edukator

Artikel, Investasi, Korporasi, Saham

Private Placement: Jalan Cepat Perusahaan Cari Modal

Pernah dengar istilah private placement? Buat kamu yang mulai belajar soal saham dan dunia pasar modal, ini salah satu aksi korporasi yang penting untuk dipahami. Singkatnya, private placement adalah saat perusahaan menerbitkan saham baru dan menjualnya langsung ke investor tertentu, bukan ke publik umum. Jadi, nggak semua orang bisa ikut beli. Biasanya, yang diajak ikut adalah investor besar, lembaga keuangan, atau pihak yang dianggap bisa bantu perkembangan bisnis perusahaan. Kenapa perusahaan memilih private placement? Alasannya macam-macam. Kadang perusahaan butuh tambahan modal dengan cepat, tapi nggak mau ribet seperti saat IPO (menjual saham ke publik). Ada juga yang pakai private placement untuk mengubah utang jadi saham, artinya utangnya dibayar pakai saham, bukan uang. Baca juga : https://investhink.id/pasar-nego-saham-tempat-transaksi-saham-melalui-negosiasi-langsung/ Atau, bisa juga karena perusahaan ingin masukin investor strategis yang bisa kasih nilai tambah — entah pengalaman, jaringan bisnis, atau dukungan finansial jangka panjang. Contohnya bisa kita lihat dari PT Garuda Indonesia (GIAA). Di tahun 2022, Garuda melakukan private placement sebagai bagian dari cara menyelamatkan keuangan mereka. Para kreditur (pemberi utang) diberi saham sebagai pengganti pembayaran utang. Jadi, Garuda nggak perlu bayar uang, tapi tetap mengurangi beban utang mereka. Contoh lain, PT Bumi Resources (BUMI) juga pernah lakukan private placement ke investor strategis demi memperkuat modal dan menyusun ulang keuangannya. Tapi, ada satu hal penting yang perlu diingat: private placement bisa menyebabkan dilusi saham. Artinya, karena jumlah saham beredar bertambah, kepemilikan investor lama bisa jadi berkurang persentasenya. Tapi kalau dana dari private placement digunakan dengan baik, misalnya untuk ekspansi atau memperbaiki kondisi keuangan perusahaan, dampaknya bisa positif untuk nilai saham ke depannya. Jadi kesimpulannya, private placement itu ibarat jalan cepat bagi perusahaan untuk cari dana tanpa ribet, tapi tetap harus dilakukan dengan perhitungan matang supaya semua pihak — termasuk investor lama — bisa tetap diuntungkan.

Artikel, Investasi, Korporasi, Saham

Pasar Nego Saham: Tempat Transaksi Saham Melalui Negosiasi Langsung

Dalam dunia saham, ada tiga jenis pasar utama yang digunakan untuk transaksi di Bursa Efek Indonesia (BEI), yaitu pasar reguler, pasar tunai, dan pasar negosiasi atau lebih dikenal sebagai pasar nego. Jika pasar reguler adalah tempat jual beli saham yang terjadi secara otomatis dan terbuka setiap hari berdasarkan harga pasar, maka pasar nego adalah tempat di mana transaksi saham dilakukan melalui proses negosiasi langsung antara pembeli dan penjual. Artinya, harga dan jumlah saham tidak ditentukan oleh sistem, melainkan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Pasar nego biasanya digunakan dalam situasi tertentu, terutama untuk transaksi dalam jumlah besar atau yang melibatkan kepentingan khusus. Misalnya, ketika investor institusi ingin membeli atau menjual saham dalam jumlah jutaan lembar, mereka cenderung menggunakan pasar nego agar tidak menyebabkan fluktuasi harga di pasar reguler. Selain itu, pasar nego juga digunakan untuk transaksi antar pemilik perusahaan, pembagian warisan, hibah saham, atau pelepasan saham oleh pemegang saham pengendali sebagai bagian dari restrukturisasi internal. Sebagai contoh, bayangkan sebuah perusahaan investasi besar ingin membeli 10 juta lembar saham PT ABC Tbk dari investor lain. Jika transaksi ini dilakukan di pasar reguler, bisa memicu lonjakan atau penurunan harga saham karena volume yang sangat besar. Oleh karena itu, kedua belah pihak memilih pasar nego dan bersepakat menjual saham di harga Rp1.000 per lembar, meskipun harga di pasar reguler saat itu Rp950. Setelah disetujui, transaksi dicatat secara resmi oleh bursa sebagai transaksi pasar negosiasi. Baca juga : https://investhink.id/mandatory-tender-offer-ketika-investor-wajib-menawar-saham-publik/ Contoh nyata juga pernah terjadi pada saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), di mana pemilik saham dalam jumlah besar melakukan transaksi blok antar grup usaha melalui pasar nego. Secara umum, investor ritel sebenarnya bisa mengakses pasar nego, namun tidak umum dilakukan karena prosesnya lebih kompleks dan biasanya memerlukan bantuan broker (perantara sekuritas). Selain itu, transaksi pasar nego memerlukan kesepakatan lebih dulu, baik dari sisi harga maupun volume, serta siapa lawan transaksinya. Oleh karena itu, pasar nego lebih banyak digunakan oleh investor institusi atau pemegang saham besar. Kesimpulannya, pasar nego saham adalah bagian penting dari mekanisme pasar modal yang memungkinkan fleksibilitas dalam jual-beli saham, terutama dalam skala besar. Memahami cara kerja pasar nego dapat membantu investor lebih bijak dalam menganalisis pergerakan saham dan membaca transaksi besar yang mungkin terjadi di balik layar pasar reguler.

Artikel, Investasi, Korporasi, Saham

Mandatory Tender Offer : Ketika Investor Wajib Menawar Saham Publik

MTO saham atau Mandatory Tender Offer adalah istilah di dunia pasar modal yang mungkin terdengar asing bagi sebagian orang, tapi sebenarnya cukup penting dipahami, terutama bagi investor ritel. MTO merupakan kewajiban bagi pihak yang mengakuisisi mayoritas saham suatu perusahaan publik untuk memberikan penawaran kepada pemegang saham lainnya agar bisa ikut menjual saham mereka dengan harga yang adil. Secara sederhana, MTO terjadi ketika sebuah perusahaan atau investor membeli lebih dari 50% saham suatu perusahaan terbuka (Tbk). Karena sudah menjadi pemegang saham pengendali, mereka wajib menawarkan pembelian (tender offer) kepada pemegang saham publik lainnya. Tujuannya adalah melindungi investor kecil agar punya kesempatan yang sama untuk melepas sahamnya di harga wajar, terutama jika arah atau kepemilikan perusahaan akan berubah. Baca juga : https://investhink.id/treasury-stock-buyback-ketika-perusahaan-membeli-sahamnya-sendiri/ Sebagai contoh, bayangkan Perusahaan A (non-publik) membeli 60% saham PT XYZ Tbk di Bursa Efek Indonesia. Setelah transaksi itu selesai, Perusahaan A menjadi pemegang saham pengendali. Maka sesuai aturan OJK (Otoritas Jasa Keuangan), Perusahaan A wajib melakukan MTO kepada sisa pemegang saham minoritas — yaitu menawarkan untuk membeli saham mereka dengan harga minimal sama dengan harga akuisisi sebelumnya. Contoh nyata dari MTO pernah terjadi pada PT Bentoel Internasional Investama Tbk (RMBA). Pada tahun 2009, perusahaan rokok asal Inggris, British American Tobacco (BAT), mengakuisisi mayoritas saham Bentoel. Setelah menjadi pemilik pengendali, BAT wajib melakukan Mandatory Tender Offer kepada pemegang saham publik lainnya. Investor publik yang tidak ingin ikut dalam kepemilikan baru dapat menjual sahamnya ke BAT sesuai harga yang ditentukan dalam MTO. Dari sisi investor, MTO bisa menjadi kesempatan emas untuk menjual saham di harga premium (lebih tinggi dari pasar), terutama jika terjadi perubahan besar di manajemen atau arah bisnis perusahaan. Namun, tidak semua investor diwajibkan menjual; MTO hanya bersifat penawaran, bukan pemaksaan. Investor bebas memilih apakah ingin menjual atau tetap memegang saham. Secara keseluruhan, MTO adalah bentuk perlindungan dan keadilan dalam pasar modal. Dengan adanya MTO, investor kecil tidak merasa “ditinggal” atau dirugikan saat terjadi perubahan pengendali perusahaan. Memahami konsep ini sangat penting bagi siapa pun yang terlibat dalam investasi saham, terutama di perusahaan-perusahaan terbuka yang berpotensi mengalami akuisisi.

Artikel, Investasi, Korporasi, Saham

Treasury Stock Buyback? Ketika Perusahaan Membeli Sahamnya Sendiri

Treasury stock buyback adalah sebuah aksi korporasi di mana perusahaan membeli kembali sahamnya sendiri yang sebelumnya telah dijual kepada publik. Saham yang telah dibeli kembali ini disebut sebagai saham treasuri (treasury stock). Setelah dibeli kembali, saham tersebut tidak lagi beredar di pasar, tidak memiliki hak suara, dan tidak menerima dividen. Tujuan dari buyback ini bisa bermacam-macam, tergantung strategi masing-masing perusahaan. Salah satu alasan utama perusahaan melakukan buyback adalah untuk meningkatkan nilai saham yang tersisa di pasar. Ketika jumlah saham beredar berkurang, maka laba per saham (EPS) akan meningkat. Hal ini seringkali membuat harga saham ikut naik karena investor melihat kinerja perusahaan menjadi lebih baik secara angka. Selain itu, buyback juga merupakan sinyal positif dari manajemen bahwa mereka percaya saham perusahaan sedang berada di bawah nilai sebenarnya (undervalued), sehingga layak dibeli kembali. Perusahaan juga dapat menggunakan saham hasil buyback untuk program insentif karyawan, seperti bonus saham atau opsi saham (stock option). Di sisi lain, buyback juga dapat membantu perusahaan mengelola struktur modal, misalnya menyeimbangkan antara utang dan ekuitas agar neraca keuangan terlihat lebih sehat. Bagi investor, buyback umumnya dianggap sebagai kabar baik. Dengan jumlah saham yang lebih sedikit di pasar, kepemilikan setiap saham menjadi lebih bernilai. Namun, buyback juga bisa disalahgunakan, misalnya jika dilakukan hanya untuk mempercantik laporan keuangan atau menutupi masalah internal perusahaan. Oleh karena itu, investor tetap perlu mencermati alasan di balik aksi buyback tersebut. Salah satu contoh nyata di Indonesia adalah PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) yang pada tahun 2020 mengumumkan buyback saham dengan dana maksimal Rp1,5 triliun. Aksi ini dilakukan saat pasar saham sedang lesu akibat pandemi COVID-19. Baca juga : https://investhink.id/perusahaan-melakukan-right-issue-ini-alasannya/ Tujuannya adalah untuk menjaga kepercayaan investor dan menunjukkan bahwa manajemen yakin dengan prospek jangka panjang perusahaan. Hasil dari aksi buyback ini membantu menstabilkan harga saham Unilever di tengah gejolak pasar saat itu. Secara keseluruhan, treasury stock buyback adalah strategi yang bisa menguntungkan jika dilakukan dengan alasan yang kuat dan transparan. Investor yang memahami konsep ini bisa mengambil keputusan yang lebih baik dalam menilai kesehatan dan arah strategi perusahaan di masa depan.

Artikel, Investasi, Korporasi, Saham

Perusahaan Melakukan Right Issue, ini alasannya

Right issue adalah salah satu aksi korporasi yang dilakukan oleh perusahaan untuk mendapatkan tambahan modal. Dalam right issue, perusahaan menawarkan saham baru kepada pemegang saham lama dengan harga khusus dan jumlah tertentu. Artinya, pemegang saham lama diberi hak istimewa untuk membeli saham tambahan sebelum ditawarkan ke publik luas. Tujuannya adalah agar pemegang saham lama tidak terdilusi atau kehilangan persentase kepemilikan mereka di perusahaan. Namun, mereka bebas memilih: mau menggunakan haknya (membeli saham baru) atau tidak. Perusahaan melakukan right issue karena berbagai alasan. Salah satu alasan utamanya adalah untuk menambah modal agar bisa memperluas usaha, membayar utang, mengembangkan produk baru, atau memperkuat struktur keuangan. Misalnya, jika perusahaan sedang berencana membangun pabrik baru atau ekspansi ke wilayah baru, mereka membutuhkan dana besar. Dengan menerbitkan saham baru melalui right issue, perusahaan bisa memperoleh dana tersebut tanpa harus meminjam ke bank. Baca juga : https://investhink.id/kenapa-perusahaan-melakukan-tracking-stock/ Contoh nyata di Indonesia adalah PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang melakukan right issue pada tahun 2021. Tujuan dari aksi ini adalah untuk memperkuat permodalan BRI, terutama setelah pembentukan holding ultra mikro bersama Pegadaian dan PNM. Melalui right issue tersebut, BRI berhasil mengumpulkan dana triliunan rupiah, yang kemudian digunakan untuk mendukung pembiayaan ke sektor UMKM di seluruh Indonesia. Selain BRI, perusahaan lain seperti PT Waskita Karya (Persero) Tbk juga pernah melakukan right issue untuk memperbaiki kondisi keuangannya dan mengurangi beban utang. Dalam kondisi tertentu, right issue bisa menjadi solusi perusahaan yang sedang kesulitan likuiditas, asalkan strategi ke depan jelas dan investor percaya dengan rencana bisnisnya. Meskipun right issue memberi peluang untuk membeli saham dengan harga lebih murah dari pasar, investor tetap harus cermat sebelum mengambil keputusan. Penting untuk memahami tujuan dari right issue tersebut: apakah untuk ekspansi yang sehat atau sekadar menutupi kerugian. Jika digunakan untuk pertumbuhan jangka panjang, right issue bisa menjadi peluang yang menarik bagi pemegang saham.

Artikel, Investasi, Korporasi, Saham

Kenapa Perusahaan Melakukan Tracking Stock

Tracking stock adalah jenis saham khusus yang diterbitkan oleh perusahaan induk untuk mencerminkan kinerja keuangan dari satu divisi atau unit usaha tertentu dalam perusahaan tersebut. Meskipun divisi yang dilacak tidak berdiri sebagai perusahaan terpisah, tracking stock memungkinkan investor untuk memiliki saham yang hanya mencerminkan kinerja bagian tertentu dari bisnis perusahaan. Saham ini tetap berada di bawah kendali perusahaan induk, namun pelaporan keuangannya dipisahkan sehingga investor bisa lebih mudah menilai performa divisi tersebut. Perusahaan melakukan tracking stock karena beberapa alasan penting. Pertama, untuk memberikan transparansi kepada investor. Dengan memisahkan pelaporan keuangan divisi tertentu melalui tracking stock, investor dapat melihat dengan jelas bagaimana performa bagian tersebut tanpa tercampur dengan divisi lain yang mungkin tidak sebaik itu. Kedua, tracking stock digunakan sebagai strategi untuk menarik minat investor terhadap divisi yang memiliki prospek cerah, misalnya unit teknologi atau media digital dalam perusahaan tradisional. Ketiga, perusahaan bisa menggunakan tracking stock untuk menguji potensi pertumbuhan divisi tertentu sebelum akhirnya dipisahkan menjadi perusahaan mandiri melalui proses spin-off. Salah satu contoh perusahaan yang pernah menggunakan tracking stock adalah The Walt Disney Company. Pada tahun 1999, Disney menerbitkan tracking stock untuk unit usahanya di bidang internet dan media digital yang bernama Go.com. Meskipun pada akhirnya Go.com ditutup dan tracking stock-nya ditarik kembali, langkah ini sempat membantu Disney mendapatkan perhatian investor dan tambahan dana untuk pengembangan teknologinya. Baca juga : https://investhink.id/kenapa-perusahaan-mengeluarkan-waran/ Contoh lainnya adalah Liberty Media Corporation, yang menerbitkan beberapa jenis tracking stock untuk masing-masing unit bisnisnya, seperti Liberty SiriusXM, Formula One Group, dan Braves Group. Meskipun saham-saham ini mencerminkan kinerja divisi yang berbeda, semuanya tetap berada di bawah satu perusahaan induk. Secara keseluruhan, tracking stock adalah strategi cerdas yang digunakan perusahaan untuk menonjolkan bagian usaha yang potensial tanpa harus memisahkan kepemilikannya secara penuh. Bagi investor, tracking stock memberikan kesempatan untuk berinvestasi secara lebih fokus pada bagian usaha tertentu yang dianggap memiliki prospek pertumbuhan tinggi, sementara bagi perusahaan, ini memberikan fleksibilitas dalam mengelola sumber daya dan menarik modal dari pasar.

Artikel, Investasi, Korporasi, Saham

Kenapa Perusahaan Mengeluarkan Waran

Waran adalah salah satu instrumen dalam dunia pasar modal yang sering muncul saat perusahaan melakukan aksi korporasi, terutama saat right issue atau penawaran saham terbatas. Waran sendiri merupakan surat berharga yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk membeli saham perusahaan pada harga tertentu dalam jangka waktu tertentu. Namun, waran bukanlah saham, melainkan hanya hak untuk membeli saham. Jika waran tidak digunakan dalam periode yang ditentukan, maka hak tersebut akan hangus dan tidak bisa digunakan lagi. Lalu, kenapa perusahaan menerbitkan waran? Salah satu alasan utamanya adalah untuk menarik minat investor. Saat perusahaan melakukan right issue, kadang investor enggan membeli saham baru. Untuk mendorong partisipasi, perusahaan biasanya memberikan bonus waran. Ini dianggap menarik karena waran bisa memberikan potensi keuntungan di masa depan, terutama jika harga saham perusahaan naik. Selain itu, perusahaan juga menerbitkan waran sebagai strategi untuk mendapatkan dana tambahan di masa mendatang. Ketika investor menebus waran dan membeli saham dengan harga yang ditentukan, perusahaan akan menerima dana dari hasil penjualan saham tersebut. Selain sebagai insentif, penerbitan waran juga membantu perusahaan menghindari dilusi saham secara langsung. Karena waran hanya bisa dikonversi menjadi saham dalam jangka waktu tertentu, jumlah saham perusahaan tidak langsung bertambah pada saat waran diterbitkan. Baca juga : https://investhink.id/apa-itu-dividen-ini-penjelasan-sederhananya/ Ini berguna untuk menjaga stabilitas harga saham di pasar. Dalam jangka panjang, waran bisa menjadi bagian dari strategi keuangan perusahaan, seperti untuk ekspansi bisnis, pembiayaan proyek baru, atau bahkan sebagai cadangan dana. Contoh penerbitan waran di Indonesia bisa dilihat dari beberapa perusahaan seperti PT Bank Woori Saudara Indonesia Tbk (SDRA) dan PT MNC Kapital Indonesia Tbk (BCAP), yang menggunakan waran sebagai bagian dari upaya pendanaan mereka. Bagi investor, waran bisa menjadi peluang untuk membeli saham dengan harga lebih murah di masa depan, namun tentu saja tetap ada risiko jika harga saham tidak naik sesuai harapan. Oleh karena itu, penting bagi investor untuk memahami cara kerja dan masa berlaku waran sebelum memutuskan untuk memilikinya.

Artikel, Investasi, Korporasi, Saham

Apa Itu Dividen? Ini Penjelasan Sederhananya

Dividen adalah pembagian keuntungan dari perusahaan kepada para pemegang saham. Jadi, ketika kamu membeli saham suatu perusahaan, kamu sebenarnya ikut menjadi pemilik kecil dari perusahaan tersebut. Jika perusahaan tersebut mendapatkan keuntungan, maka sebagian dari keuntungannya bisa dibagikan kepada para pemilik saham, termasuk kamu. Inilah yang disebut dengan dividen. Dividen biasanya dibagikan dalam dua bentuk, yaitu dividen tunai dan dividen saham. Dividen tunai adalah pembagian dalam bentuk uang yang langsung masuk ke rekening efek milik investor. Sementara dividen saham adalah pembagian dalam bentuk tambahan lembar saham, jadi jumlah saham yang kamu miliki akan bertambah. Meskipun bentuknya berbeda, keduanya tetap memberikan nilai tambah bagi para pemegang saham. Tidak semua perusahaan membagikan dividen. Ada perusahaan yang memilih menyimpan keuntungannya untuk digunakan kembali dalam pengembangan usaha, seperti membangun pabrik baru, membeli peralatan, atau ekspansi ke daerah lain. Namun, banyak juga perusahaan besar dan stabil yang rutin membagikan dividen setiap tahun sebagai bentuk penghargaan kepada para investornya. Baca juga : https://investhink.id/merger-akuisisi-apa-itu-dan-kenapa-penting/ Bagi investor, dividen adalah salah satu cara untuk mendapatkan penghasilan pasif. Kamu bisa mendapatkan uang atau tambahan saham hanya dengan menyimpan saham dalam jangka waktu tertentu. Jika kamu membeli saham sebelum tanggal yang disebut cum date, maka kamu berhak mendapatkan dividen. Tapi kalau kamu beli setelah tanggal itu, kamu tidak akan mendapatkan dividen meskipun memiliki sahamnya. Secara sederhana, dividen adalah bonus atau “uang jajan” dari perusahaan kepada para pemilik saham sebagai tanda bahwa perusahaan sedang untung dan ingin berbagi hasilnya. Bagi kamu yang tertarik investasi jangka panjang, memilih saham perusahaan yang rutin membagikan dividen bisa menjadi pilihan cerdas untuk menambah pemasukan dan membangun kekayaan secara perlahan.

Artikel, Investasi, Korporasi, Saham

Merger & Akuisisi: Apa Itu dan Kenapa Penting?

Merger dan akuisisi adalah dua istilah yang sering digunakan dalam dunia bisnis, terutama ketika perusahaan ingin berkembang atau memperkuat posisinya di pasar. Merger adalah proses penggabungan dua atau lebih perusahaan menjadi satu perusahaan baru. Setelah merger terjadi, perusahaan-perusahaan yang bergabung tidak lagi beroperasi secara terpisah, melainkan menjadi satu kesatuan dengan nama dan manajemen baru. Misalnya, jika dua toko besar memutuskan untuk bersatu, maka mereka akan menjadi satu toko yang lebih besar dengan sumber daya yang digabungkan. Sementara itu, akuisisi adalah tindakan ketika satu perusahaan membeli perusahaan lain dan mengambil alih pengelolaannya. Dalam akuisisi, perusahaan yang dibeli bisa tetap berjalan dengan nama lama atau bisa juga diganti sesuai keputusan pemilik baru. Akuisisi tidak selalu berarti perusahaan yang dibeli dalam kondisi buruk, karena kadang perusahaan besar membeli perusahaan kecil yang memiliki produk inovatif atau pasar yang potensial. Baca juga : https://investhink.id/satu-hal-yang-jarang-diketahui-orang-tentang-ipo/ Ada beberapa alasan mengapa perusahaan melakukan merger atau akuisisi. Salah satunya adalah untuk memperluas jangkauan pasar. Dengan bergabung atau membeli perusahaan lain, sebuah perusahaan bisa masuk ke wilayah baru atau mendapatkan pelanggan baru. Selain itu, merger dan akuisisi juga bisa membantu perusahaan menghemat biaya operasional, karena sumber daya bisa digabung dan dikelola lebih efisien. Alasan lainnya adalah untuk memperkuat daya saing, mendapatkan teknologi baru, atau meningkatkan kapasitas produksi. Contoh merger dan akuisisi yang pernah terjadi di Indonesia adalah saat Grab mengakuisisi Uber di Asia Tenggara pada tahun 2018. Setelah proses akuisisi itu, layanan Uber tidak lagi beroperasi dan seluruh armadanya bergabung dengan Grab. Contoh lainnya adalah Bank BRI yang mengakuisisi Bank Agroniaga (BRI Agro) untuk memperluas layanan ke sektor pertanian. Secara umum, merger dan akuisisi merupakan strategi bisnis yang penting bagi perusahaan yang ingin tumbuh lebih cepat dan lebih kuat. Dengan memahami konsep ini, kita bisa melihat bagaimana perusahaan-perusahaan besar berusaha menjaga kelangsungan usahanya dan menghadapi persaingan di pasar yang terus berubah.

Artikel, Investasi, Korporasi, Saham

Satu Hal yang Jarang Diketahui Orang Tentang IPO

Banyak orang menganggap IPO (Initial Public Offering) sebagai tanda bahwa sebuah perusahaan sedang tumbuh dan siap untuk berkembang lebih besar. Ketika sebuah perusahaan mengumumkan akan go public dan menjual sahamnya ke publik untuk pertama kalinya, euforia sering kali langsung muncul. Para investor berbondong-bondong membeli saham IPO dengan harapan bisa mendapatkan keuntungan besar dalam waktu singkat. Tapi ada satu hal penting yang jarang diketahui orang: tidak semua perusahaan melakukan IPO karena ingin berkembang. Beberapa perusahaan justru melakukan IPO sebagai strategi pemilik lama untuk menjual sebagian kepemilikan mereka dan mengambil keuntungan. Ini disebut juga sebagai exit strategy. Contohnya, pendiri perusahaan, pemegang saham awal, atau investor besar seperti venture capital sudah berinvestasi sejak perusahaan belum terkenal. Mereka membeli saham di harga yang sangat murah, dan setelah perusahaan dinilai tinggi, mereka ingin “mencairkan” keuntungan mereka. Salah satu cara terbaik adalah dengan menjual sebagian saham ke publik melalui IPO. Artinya, saat investor ritel seperti kita masuk dan membeli saham IPO, bisa jadi kita justru mengambil alih risiko dari mereka yang sudah mau keluar. Hal ini sebenarnya tidak salah atau curang—ini bagian dari strategi bisnis. Tapi, yang jadi masalah adalah ketika kita ikut-ikutan membeli saham IPO tanpa tahu latar belakangnya. Banyak orang hanya tergoda karena melihat antusiasme pasar atau karena saham-saham IPO sebelumnya sempat naik tinggi. Padahal, tidak sedikit juga saham IPO yang langsung turun harganya setelah beberapa hari atau minggu karena overvalued atau karena euforia sudah lewat. Oleh karena itu, penting bagi kita sebagai investor untuk tidak asal ikut tren. Pelajari dulu prospektus perusahaan, cari tahu siapa yang menjual saham dalam IPO tersebut, dan lihat juga kondisi keuangannya. Apakah perusahaan benar-benar butuh dana untuk ekspansi, atau justru pemilik lama sedang mencari jalan keluar? Dengan memahami hal ini, kita bisa lebih bijak dalam mengambil keputusan investasi. IPO bisa menjadi peluang, tapi juga bisa jadi jebakan. Jangan hanya lihat peluang cuannya, tapi pahami juga risikonya.

Scroll to Top