Author name: Tim Edukator

Artikel, Cryptocurrency, Investasi, Psikologi

The Valley of Despair dalam Trading: Jebakan Emosi yang Harus Diwaspadai

Dalam dunia trading, istilah “The Valley of Despair” sering muncul, terutama saat membahas perjalanan psikologis seorang trader. Tapi apa sih sebenarnya artinya? The Valley of Despair adalah titik terendah dalam perjalanan emosi seseorang ketika mempelajari atau menjalani sesuatu yang baru—termasuk trading. Biasanya, ini terjadi setelah seorang trader baru merasa percaya diri karena sempat untung, lalu tiba-tiba mengalami kerugian besar. Rasa percaya diri yang semula tinggi mendadak berubah jadi kebingungan, frustrasi, bahkan keputusasaan. Inilah yang disebut “lembah keputusasaan”. Bayangkan kamu belajar trading, lalu di awal kamu cuan terus. Rasanya hebat banget, kan? Tapi tiba-tiba market berubah arah. Kamu panik, strategi nggak jalan, dan modal mulai menipis. Di sinilah kamu merasa, “Mungkin ini bukan untukku…”. Itulah Valley of Despair. Biasanya, fase ini muncul setelah seseorang mengalami apa yang disebut sebagai “peak of inflated expectations” atau puncak ekspektasi berlebihan. Ketika pertama kali masuk ke dunia trading, banyak orang merasa semangat dan optimis. Baca juga :https://investhink.id/dijual-malah-naik-di-beli-malah-turun-pernah-mengalaminnya/ Apalagi jika di awal sempat mendapatkan untung. Keuntungan awal ini sering menimbulkan rasa percaya diri yang terlalu tinggi, bahkan ada yang mulai merasa sudah ahli dan bisa “menaklukkan” pasar. Namun kenyataannya, pasar tidak selalu ramah. Ketika terjadi kerugian beruntun, mental mulai goyah. Strategi yang tadinya dianggap ampuh, tiba-tiba tidak lagi bekerja. Di titik inilah, banyak trader mulai berpikir, “Mungkin trading bukan untuk saya” atau bahkan ingin berhenti total. The Valley of Despair adalah jebakan psikologis yang bisa menghentikan perjalanan seorang trader, jika tidak disikapi dengan bijak. Namun sebenarnya, fase ini adalah bagian wajar dari proses belajar. Justru dari titik terendah inilah banyak trader mulai membangun kembali pemahaman yang lebih realistis tentang market. Mereka mulai menyadari bahwa trading bukan tentang tebak-tebakan atau keberuntungan, melainkan tentang disiplin, manajemen risiko, kesabaran, dan pengendalian emosi. The Valley of Despair bukan akhir dari perjalanan, tapi justru titik balik menuju kedewasaan dalam trading. Jadi, kalau kamu merasa sedang ada di lembah itu, ingat: kamu tidak sendiri—dan jalan naik masih terbuka lebar.

Artikel, Investasi, Saham

Kapan Waktu Yang Tepat Untuk Membeli Saham Batubara ?

Saham batubara termasuk jenis saham yang sering jadi bahan perbincangan, terutama saat harga komoditas sedang naik atau ada isu energi global. Tapi karena sifatnya yang fluktuatif, banyak investor bingung kapan sih sebenarnya waktu yang tepat untuk masuk ke saham batubara ? Image By Ilmu Tambang Hal pertama yang perlu dipahami adalah bahwa sektor batubara bersifat siklikal, artinya sangat dipengaruhi oleh siklus ekonomi dan permintaan global. Ketika dunia sedang membutuhkan banyak energi, seperti saat musim dingin atau ketika ekonomi negara besar sedang tumbuh, harga batubara biasanya ikut naik. Tapi ketika dunia mulai menekan emisi karbon atau permintaan energi turun, harga batubara bisa ikut anjlok. Jadi, penting untuk tidak terburu-buru ikut tren tanpa melihat konteks. Sebenarnya jika kita perhatikan siklus batubara bergerak selalu begitu-gitu saja. Batubara naik, produsen cuan besar, supply produksi naik lalu harga saham naik. Begitu juga sebaliknya, setelah supply melimpah, harga turun, perusahaan cuan sedikit bisa malah rugi harga sahamnya pun ikut turun juga.   Jadi kuncinya adalah kita lebih baik membeli ketika harga perusahaan sedang cuan sedikit atau bahkan rugi sekalipun.  Lantas dimanakah posisi batubara sekarang berada ?  Hal pertama yang bisa kita perhatikan adalah bottom dari harga batubara itu sendiri, jika kita tarik selama 5 tahun kebelakang harga bottom batubara berada diharga $50/ton tepatnya di tahun 2020.  Yang kedua kita bisa melihat cash cost beberapa perusahaan di Australia dan China, kenapa dua negara tersebut ? Karena bisa dibilang kedua negara ini adalah supplyr batubara dunia.  Lantas berapa cash cost kedua negara tersebut ? jika kita search perusahaan di Australia memiliki cash cost berkisar antara $65/ton sampai $102/ton. Berdasarkan data jika rata-rata perusahaan Australia memiliki cash cost setara $92/ton. Artinya jika turun dibawah itu perusahaan akan mengalami kerugian, dengan kata lain bottom dari harga batubara Australia adalah $92/ton.  Berbeda dengan Australia, Perusahaan China saat ini memiliki cash cost pada rentang $80/ton – $90/ton. Pertanyaannya apakah saat ini sudah waktu yang tepat untuk membeli saham batubara ?  Jika kita lihat harga chart batubara diatas, saat ini harga batubara berada pada level $110/ton. Ini artinya masih jauh dari kata bottom, atau perusahaan masih ada untung. Bisa dibilang saat ini belum waktunya kita mengoleksi saham batubara. 

Artikel, Investasi, Saham

BI Rate Turun, Kenapa Saham Jadi Naik ?

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 15-16 Juli 2025 memutuskan untuk menurunkan BI-Rate sebesar 25 bps menjadi 5,25%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4,50%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,00%.   Logo Bank Indonesia (BI) di kantor pusat Bank Indonesia   Penurunan BI Rate atau suku bunga acuan dari Bank Indonesia seringkali membawa angin segar bagi pasar saham. Alasannya sederhana—ketika suku bunga turun, biaya pinjaman menjadi lebih murah dan bunga simpanan seperti deposito jadi kurang menarik. Hal ini mendorong investor untuk mencari alternatif investasi yang menawarkan potensi keuntungan lebih besar, salah satunya adalah saham. Arus dana yang berpindah dari deposito ke pasar saham biasanya menyebabkan permintaan terhadap saham meningkat, yang akhirnya mendorong harga saham naik. Selain itu, penurunan suku bunga juga berdampak positif bagi perusahaan. Dengan biaya pinjaman yang lebih rendah, perusahaan memiliki peluang lebih besar untuk mengambil kredit, memperluas bisnis, atau melakukan ekspansi lainnya. Hasilnya, potensi keuntungan mereka meningkat, dan hal ini menciptakan sentimen positif di pasar saham. Beberapa sektor yang paling cepat merespons penurunan BI Rate antara lain perbankan, properti, dan sektor konsumsi. Misalnya, saham-saham seperti BBRI (Bank Rakyat Indonesia) bisa diuntungkan karena biaya dana yang lebih murah meningkatkan margin laba. Sektor properti seperti SMRA (Summarecon Agung) atau PWON (Pakuwon Jati) juga kerap terdorong naik karena penurunan bunga KPR bisa meningkatkan permintaan rumah. Baca juga : https://investhink.id/pengaruh-kenaikan-tarif-pajak-amerika-terhadap-sektor-saham-di-indonesia/ Contoh nyata bisa dilihat saat BI Rate diturunkan secara bertahap selama pandemi 2020. Penurunan ini mendorong investor untuk masuk ke pasar saham karena ekspektasi pemulihan ekonomi yang lebih cepat. IHSG pun sempat menunjukkan tren menguat setelah kebijakan tersebut. Namun tentu saja, meskipun penurunan suku bunga bisa jadi kabar baik, pasar saham tetap dipengaruhi oleh banyak faktor lain seperti kondisi global, kinerja emiten, dan stabilitas politik. Jadi, penting juga untuk tetap berhati-hati dan mempertimbangkan faktor lain sebelum mengambil keputusan investasi.

Artikel, Investasi, Saham

Pengaruh Kenaikan Tarif Pajak Amerika terhadap Sektor Saham di Indonesia

Kenaikan tarif pajak impor oleh Amerika Serikat bukan cuma bikin pusing negara mitra dagangnya, tapi juga berdampak ke pasar saham, termasuk di Indonesia. Meskipun letaknya jauh, ekonomi global saat ini saling terkoneksi, jadi apa yang terjadi di Washington bisa langsung terasa di Jakarta, bahkan di layar monitor para investor. Ketika Amerika menaikkan tarif impor, otomatis harga barang dari luar negeri (termasuk dari Indonesia) jadi lebih mahal di pasar AS. Ini bisa menyebabkan turunnya permintaan terhadap produk ekspor Indonesia, seperti tekstil, elektronik, dan sawit. Nah, kalau permintaan ekspor turun, pendapatan perusahaan juga bisa menurun. Efeknya? Harga saham perusahaan-perusahaan yang terkait ekspor bisa ikut melemah. Misalnya, saham emiten seperti SMDR (Samudera Indonesia) yang bergerak di bidang pelayaran dan logistik bisa terdampak karena volume pengiriman ke AS menurun. Begitu juga perusahaan seperti INDF (Indofood) atau GJTL (Gajah Tunggal), yang punya sebagian besar pasar ekspor ke Amerika—harga saham mereka bisa ikut tertekan. Dampaknya nggak berhenti sampai di situ. Sentimen negatif akibat kenaikan tarif bisa bikin investor asing menarik dananya dari pasar saham Indonesia dan kembali ke aset yang dianggap lebih aman seperti obligasi AS. Ketika modal asing keluar dari pasar kita, IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) bisa ikut melemah karena tekanan jual meningkat. Namun, nggak semua sektor terkena imbas negatif. Beberapa sektor seperti consumer goods dalam negeri, perbankan lokal, atau infrastruktur bisa tetap stabil karena bisnisnya lebih banyak bergantung pada konsumsi domestik. Jadi, penting juga bagi investor untuk jeli melihat peluang di tengah ketidakpastian global. Intinya, kenaikan tarif pajak oleh Amerika bisa bikin guncangan di pasar saham Indonesia, terutama bagi emiten yang berorientasi ekspor. Tapi bukan berarti semua saham bakal jatuh—selalu ada peluang di tengah tantangan, asal kita bisa membaca arah angin dengan baik.

Artikel, Investasi, Psikologi, Saham

Dijual Malah Naik di Beli Malah Turun, Pernah Mengalaminnya ?

Bayangkan pasar seperti sebuah roller coaster penuh dengan naik-turun yang tajam dan begitu mendadak. Tapi pergerakan ini bukan semata karena berita atau data ekonomi. Ada faktor terbesar yang sering kali datang dari psikologi manusia itu sendiri yaitu emosi massal. Ya, emosi kita, terutama para investor ritel, punya andil besar dalam menciptakan pergerakan dan volatilitas pasar. Mayoritas investor ritel cenderung membeli saat pasar sedang ramai dan naik, lalu panik menjual saat harganya turun tajam. Kenapa bisa begitu? Karena manusia pada dasarnya suka berada di tengah keramaian. Karena secara naluri dalam keramaian mereka merasa ada rasa aman. Ketika sebuah saham atau crypto sedang naik dan jadi bahan pembicaraan di mana-mana, orang merasa tenang dan ikut-ikutan beli. Tapi saat harga mulai turun dan atmosfer menjadi sepi, kepanikan muncul. Di momen inilah banyak yang buru-buru menjual, takut makin terjebak lebih dalam. Baca Juga : https://investhink.id/teori-kuda-mati-dalam-investasi-pernah-mengalaminya/ Ironisnya, perilaku seperti ini justru membuat investor ritel terjebak dalam pola beli di atas dan jual di bawah. Padahal, strategi ideal seharusnya sebaliknya. Ini bukan sekadar opini. Menurut data dari Dalbar, selama 20 tahun terakhir, investor ritel rata-rata hanya mencetak return sekitar 4% per tahun. Jika kita bandingkan dengan pasar saham itu sendiri yang tumbuh antara 9% hingga 10% per tahun. Perbedaannya begitu besar, dan penyebab utamanya adalah keputusan emosional bukan karena kurang informasi. Hal yang samapun terjadi di dunia crypto. Banyak orang melepas aset mereka ketika  justru saat harga mulai naik. Mereka merasa senang karena akhirnya “balik modal” atau “sudah untung sedikit”, padahal pada saat itulah para investor besar (smart money) sedang membeli aset kalian. Artinya, kamu bukan sedang kena prank. Kamu sedang bermain di sebuah permainan, dan jika kamu hanya mengikuti emosi, kamu hanya akan jadi pion di papan catur mereka. Inilah sebabnya kenapa pasar bisa bergerak irasional, karena emosi justru bergerak lebih dulu ketimbang sebagaimana mestinya. Pasar bukan soal perasaan. Pasar adalah soal logika, data, dan disiplin. Jika kamu ingin menang dalam jangka panjang, belajarlah untuk menahan emosi dan berpikir seperti pemain besar—bukan sekadar mengikuti keramaian.

Artikel, Investasi, Psikologi, Saham

Teori Kuda Mati Dalam Investasi, Pernah Mengalaminya ?

Dalam dunia investasi, kita sering kali dihadapkan pada situasi sulit, apakah harus bertahan dengan investasi yang kita miliki, atau justru melepaskannya? Di sinilah “Teori Kuda Mati” menjadi sangat relevan. Teori ini berasal dari pepatah suku Indian Dakota yang mengatakan, “Jika kamu menemukan bahwa kamu sedang menunggangi kuda mati, sebaiknya kamu turun.” Maksudnya sederhana, jika sesuatu sudah jelas-jelas tidak memberikan hasil lagi, maka berhentilah dan jangan buang tenaga untuk mempertahankannya. Dalam konteks investasi, kuda mati bisa diartikan sebagai investasi yang sudah tidak lagi menguntungkan, bahkan cenderung merugikan, namun tetap dipertahankan karena berbagai alasan emosional atau harapan semu. Hand Drawn image Banyak investor terjebak dalam situasi ini. Mereka enggan melepaskan investasinya karena sudah telanjur mengeluarkan banyak uang, atau merasa bahwa jika mereka sabar sedikit lagi, harga akan naik kembali. Ada juga yang tidak mau mengakui bahwa keputusan mereka salah, dan berharap kondisi akan membaik meski tidak ada tanda-tanda nyata. Ini adalah bentuk bias psikologis yang sering menjebak investor. Sayangnya, bertahan pada “kuda mati” justru bisa memperbesar kerugian. Padahal, keputusan cerdas dalam berinvestasi bukan hanya soal kapan membeli, tapi juga kapan harus berhenti. Baca juga : https://investhink.id/anchoring-effect-dalam-investasi-saham-ketika-angka-pertama-menentukan-segalanya/ Sebagai contoh, bayangkan seseorang membeli saham perusahaan teknologi yang dulu sempat naik daun, seharga Rp1.000 per lembar. Namun, kini harga saham itu turun menjadi Rp200 dan tidak menunjukkan perbaikan selama dua tahun terakhir. Perusahaan tersebut juga sudah tidak berinovasi, keuangannya terus merugi, dan manajemennya mulai mundur satu per satu. Dalam kasus seperti ini, bisa jadi investor tersebut sedang “menunggangi kuda mati”. Daripada terus berharap tanpa dasar yang jelas, lebih bijak jika ia mempertimbangkan untuk menjual saham tersebut dan memindahkan dananya ke instrumen investasi lain yang lebih sehat. Untuk mengenali apakah kita sedang terjebak dalam “kuda mati”, ada beberapa tanda yang perlu diperhatikan. Misalnya, nilai investasi yang terus menurun tanpa tanda-tanda pemulihan, tidak ada perkembangan positif dari perusahaan, laporan keuangan menunjukkan kerugian terus-menerus, serta tidak adanya kejelasan strategi atau arah masa depan atau mungkin secara teknikal sudah menunjukan perubahan trend. Jika sebagian besar tanda ini muncul, besar kemungkinan investasi tersebut sudah tidak layak dipertahankan. Kesimpulannya, dalam investasi, mundur bukan berarti kalah. Justru, mengetahui kapan harus berhenti adalah bentuk kebijaksanaan. Jangan biarkan ego atau harapan palsu menguasai keputusan. Jika sudah jelas-jelas menunggangi kuda mati, maka sebaiknya turun, dan cari kuda lain yang masih sehat dan kuat berlari. Karena dalam investasi, menjaga modal dan berpikir rasional adalah kunci utama menuju keberhasilan.

Investasi, Korporasi, Saham

Cerita Saham Prima Multi Usaha Indonesia Tbk. menjelang IPO

Saham PMUI atau Prima Multi Usaha Indonesia Tbk. Pada hajatan IPO kali ini tidak mencatatkan oversubscribe penawaran dari pelaku pasar sehingga memberikan penjatahan 100 persen untuk pooling allotmentnya.  Lantas sebenarnya apa yang sedang terjadi ?    Respon pasar waktu PMUI listing  Ada beberapa hal yang menyebabkan minat pasar terhadap saham PMUI berbeda dengan saham lain, hal ini terjadi ketika satu hari menjelang listing banyak beredar rumor kabar PMUI batal IPO, tentu hal ini langsung dibantah oleh BEI. Selang beberapa waktu muncul pernyataan dari Komisaris Independen PMUI Theo Lekatompessy yang mengungkapkan hanya 25 persen saham baru yang terserap. Padahal, skema yang digunakan dalam IPO ini adalah full comitment, yang artinya penjamin emisi menyerap seluruh sisa saham yang tidak laku di pasar. “Kalau full komitmen, itu bukan urusan saya (sebagai pihak PMUI). Mau laku atau tidak, harusnya penjamin emisi ambil semua, tapi mereka gagal menyerap,” ujarnya.  Dengan adanya hal ini tentu mau tidak mau pihak emiten harus menanggung kekurangan dana yang seharusnya menjadi tanggung jawab underwriter (UW). Baca juga : https://investhink.id/bagaimana-peran-dan-efek-psikologi-pasar-adanya-smart-money/ Jika melihat bookbuilding pada sepekan terakhir PMUI menawarkan harga batas atas Rp180 per lembar. Sehingga target total dana yang diraup senilai Rp208 miliar.  Namun yang laris hanya 25 persen dari alokasi, atau berarti dana IPO yang masuk hanya Rp52 miliar.  Ada dua hal kenapa IPO PMUI sedikit mendapat antusias dari pasar karena ada rencana hasil dana dari IPO akan digunakan untuk membeli tanah dan bangunan milik Direktur Utama senila Rp55 miliar, hal ini tentu menjadi katalis negatif untuk pelaku pasar.  Yang kedua periode penawaran umum PMUI dilakukan bersamaan dengan BLOG, MERI, dan CHEK, serta sebelumnya ada IPO jumbo CDIA dan COIN. Artinya, dari deretan IPO itu ada emiten baru yang jadi korban kekurangan permintaan beli saham baru dalam hal ini apesnya ada di saham PMUI. Pasalnya, sisa dana IPO yang tidak terserap di penawaran umum CDIA dan COIN tidak bisa digunakan langsung untuk masuk ke IPO pada periode selanjutnya karena ada jeda waktu pencairan dana. Jadi bisa dibilang PMUI saat ini kehilangan momentum untuk mengaet para pelaku pasar karena adanya marathon IPO bulan juli ini.  

Artikel, Investasi, Psikologi, Saham

Bagaimana Peran dan Efek Psikologi Pasar adanya Smart Money

Uang dibursa tidak hilang tapi cuma berotasi !!!pernah dengar orang bilang begitu ?? yaps saham naik bukan karena doa banyak orang maupun takdir belaka melainkan ada uang besar yang masuk dari tempat lain. lantas siapa yang punya uang besar itu ? tidak lain tidak bukan adalah institusi atau smart money. Cara mereka main biasanya loncat-loncat antar sektor karena mereka gak bisa angkat semua sektor sekaligus. Contoh nih, disaat kondisi pasar lagi gak bagus, pasti ada satu sektor yang sedang hijau. Nha, bisa dibilang smart money ada disitu. Cara mereka main pun berbeda dengan ritel, merekalah yang men triger gerak pasarsupaya ritel masuk. makanya tidak heran kenapa ritel selalu beli diatas ataupun di penghujung pesta akan selesai mereka akan cenderung melakukan akumulasi terlebih dahulu sebelum aksi mark up harga dimulai, bisa berhari – hari bahkan sampai berbulan bulan. satu hal yang membendakan mereka dengan ritel adalah. mereka mempunyai infra yang kuat dan nafas yang panjang. iya ” NAFAS YANG PANJANG “ Yang kedua yang jarang disadari oleh ritel adalah mereka paham akan psikologi pasar, mereka tidak pakai fundamental dan merekalah yang membentuk garis chart. Mereka paham narasi apa yang pas buat mereka nanti jualan, karena mereka menganggap saham hanya sebatas kertas yang dibeli murah lalu dijual lebih mahal. Ini kenapa setiap fase saham selalu ada gejolak emosional yang begitu kuat. Karena psikologi inilah yang mereka butuhkan. Contoh harga emas global tembus USD 3,500/oz di April 2025, langsung bikin sektor emas $IHSG naik tinggi. Smart money pasti gerak duluan, jika kita perhatikan $ANTM, BRMS, sama PSAB volumenya tiba-tiba meledak pas harga emas baru mulai naik dikit? itu tanda classic money moves. Kalau kita ingat $ANTM dan $BRMS pernah naik 5 persen lebih disaat $IHSG jatuh ini artinya ada uang besar yang sedang parkir . Jadi jika buat kesimpulan kecil ini bukan soal fundamental, ini bukan soal teknikal tapi ini sebuah momentum. Lihat pergerakan dana besar & volume yang jalan lebih dulu. Kabar emas naik dan baru rame belakangan murapakan bahwa uang di bursa sebenarnya tidak hilang tapi berotasi. Sebenarnya ini tidak hanya berlaku dipasar saham saja ini juga berlaku di sektor rill yang bisa kita lihat setiap hari.  

Artikel, Investasi, Korporasi, Saham

8 Emiten Siap IPO Edisi Juli 2025, Ini Profil Singkatnya

Bursa Efek Indonesia (BEI) kembali akan diramaikan dengan gelombang baru Initial Public Offering (IPO) pada bulan Juli 2025. Ada 8 emiten yang siap meramaikan pasar saham dengan menawarkan saham kepada publik. Nah, bagi kamu yang tertarik dengan investasi saham, berikut ini adalah daftar emiten yang siap IPO di bulan Juli mendatang. 1. PT Pancaran Samudera Transport Tbk (PSAT) Sektor transportasi selalu menjadi sektor yang menarik. PT Pancaran Samudera Transport Tbk, yang bergerak di bidang logistik dan transportasi laut, siap melantai di bursa dengan harga bookbuilding Rp 850 – 900 per saham. Perusahaan ini berencana menawarkan sekitar 2,2 juta lot saham kepada publik. 2. PT Asia Pramulia Tbk (ASPR) Emiten ini hadir dari sektor bahan dasar atau basic materials. PT Asia Pramulia Tbk menawarkan harga bookbuilding di kisaran Rp 118 – 124 per saham dan berencana menawarkan 8,1 juta lot saham. Sektor bahan dasar ini selalu menarik perhatian investor karena dibutuhkan di berbagai sektor industri. 3. PT Prima Multi Usaha Indonesia Tbk (PMUI) Beroperasi di sektor konsumer siklikal, PT Prima Multi Usaha Indonesia Tbk hadir dengan harga bookbuilding antara Rp 160 hingga 180 per saham. Perusahaan ini akan menawarkan sekitar 11,6 juta lot saham kepada publik, yang pastinya akan menjadi pilihan menarik bagi para investor yang tertarik dengan saham sektor konsumer. 4. PT Merry Riana Edukasi Tbk (MERI) Siapa yang tidak kenal dengan Merry Riana? Perusahaan yang fokus pada pendidikan dan pelatihan ini siap menawarkan sahamnya kepada publik dengan harga bookbuilding Rp 110 – 150 per saham. Dengan sekitar 2,7 juta lot saham yang ditawarkan, Merry Riana Edukasi diharapkan dapat menarik minat investor yang peduli pada sektor pendidikan. 5. PT Diastika Biotekindo Tbk (CHEK) Bagi investor yang tertarik dengan sektor kesehatan, PT Diastika Biotekindo Tbk yang bergerak di bidang bioteknologi menawarkan harga bookbuilding Rp 120 – 140 per saham. Perusahaan ini akan menawarkan sekitar 8,15 juta lot saham kepada publik. 6. PT Trimitra Trans Persada Tbk (BLOG) Emiten dari sektor transportasi & logistik ini menawarkan harga bookbuilding antara Rp 240 hingga 270 per saham. PT Trimitra Trans Persada Tbk berencana menawarkan sekitar 5,6 juta lot saham kepada publik. Jika kamu tertarik dengan sektor logistik, saham ini bisa jadi pilihan menarik. 7. PT Indokripto Koin Semesta Tbk (COIN) Sektor kripto tengah berkembang pesat di Indonesia, dan PT Indokripto Koin Semesta Tbk adalah salah satu pemain yang akan segera IPO. Dengan harga bookbuilding Rp 100 – 105 per saham, emiten ini akan menawarkan sekitar 22,1 juta lot saham. Saham ini bisa jadi pilihan yang menarik bagi kamu yang tertarik dengan sektor keuangan digital dan kripto. 8. PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA) Terakhir, ada PT Chandra Daya Investasi Tbk yang bergerak di sektor infrastruktur dan energi. Dengan harga bookbuilding antara Rp 170 hingga 190 per saham, PT Chandra Daya Investasi Tbk berencana menawarkan sekitar 124,8 juta lot saham kepada publik, dengan potensi IPO jumbo yang diperkirakan akan mencapai Rp 2,37 triliun. Kesimpulan Dengan hadirnya 8 emiten baru yang siap melakukan IPO di bulan Juli 2025, para investor akan memiliki banyak pilihan untuk berinvestasi. Dari sektor logistik, bahan dasar, konsumer, hingga kripto dan infrastruktur, peluang untuk mendapatkan keuntungan semakin terbuka lebar. Namun, sebelum memutuskan untuk membeli saham, pastikan kamu sudah melakukan riset dan mempertimbangkan segala risiko yang ada.

Artikel, Investasi, Korporasi, Saham

Mengenal Strategi ‘Poison Pill’ dalam Dunia Bisnis

Dalam dunia bisnis, istilah “poison pill” terdengar seperti sesuatu dari film aksi—padahal ini adalah strategi serius yang digunakan perusahaan untuk melindungi diri dari pengambilalihan paksa (hostile takeover). Strategi ini cukup pintar, karena intinya adalah membuat perusahaan menjadi tidak menarik atau terlalu mahal untuk diambil alih oleh pihak luar. Ibaratnya seperti pasang jebakan agar si “penyerang” berpikir dua kali sebelum melanjutkan niatnya. Cara kerjanya sederhana tapi efektif. Ketika ada pihak luar mencoba membeli saham dalam jumlah besar—biasanya lebih dari ambang tertentu seperti 10%—perusahaan akan memberi hak khusus kepada pemegang saham lama untuk membeli saham baru dengan harga lebih murah. Akibatnya, kepemilikan si penyerang jadi terencerkan, dan biaya untuk menguasai perusahaan melonjak drastis. Ini seperti membanjiri pasar dengan saham baru agar pengambilalihan jadi makin sulit. Baca juga : https://investhink.id/private-placement-jalan-cepat-perusahaan-cari-modal/ Salah satu contoh terkenal datang dari perusahaan raksasa hiburan, Netflix. Pada tahun 2012, investor agresif Carl Icahn membeli saham Netflix dalam jumlah besar, memicu kekhawatiran akan adanya pengambilalihan. Untuk melindungi diri, Netflix segera menerapkan poison pill dengan menetapkan aturan bahwa jika ada pemegang saham yang memiliki lebih dari 10%, maka pemegang saham lain bisa membeli saham tambahan dengan harga diskon. Strategi ini sukses membuat Icahn mundur, dan Netflix tetap berdiri sendiri hingga sekarang. Di Indonesia, strategi poison pill belum terlalu umum atau eksplisit digunakan karena aturan pasar modal yang berbeda. Namun, perusahaan-perusahaan lokal tetap bisa memakai pendekatan serupa, seperti struktur saham ganda, peningkatan kepemilikan oleh manajemen, atau kesepakatan internal dengan investor strategis untuk menjaga kendali perusahaan tetap di tangan yang diinginkan. Pada dasarnya, poison pill adalah strategi pertahanan. Di satu sisi, ini bisa melindungi visi jangka panjang perusahaan, mencegah manuver pengambilalihan yang bisa merusak nilai. Namun di sisi lain, kalau disalahgunakan, poison pill bisa menghalangi kesempatan investor untuk mendapat keuntungan dari akuisisi yang sah dan menguntungkan. Jadi, meskipun terdengar seperti taktik licik, poison pill sebenarnya adalah salah satu “senjata rahasia” di dunia korporasi. Buat investor, penting juga mengenal strategi ini agar tidak kaget jika suatu hari nilai saham berubah karena aksi pertahanan diam-diam dari manajemen.

Scroll to Top