Nudge Theory : Ketika Pikiran Bias Bisa Bikin Investasi Ambyar
Pernah nggak sih kamu beli saham atau crypto cuma karena semua orang di media sosial lagi rame ngomongin itu? Atau tetap pegang investasi yang udah jelas rugi, cuma karena kamu yakin “nanti juga bakal balik lagi”? Nah, kalau iya, bisa jadi kamu lagi kena bias berpikir — alias cara berpikir yang menipu diri sendiri. Di sinilah Nudge Theory mulai berperan. Jadi gini, Nudge Theory itu teori dari dua orang ahli, Richard Thaler dan Cass Sunstein. Mereka bilang, manusia tuh nggak selalu logis waktu ngambil keputusan, apalagi soal duit. Kita sering banget kejebak sama emosi, kebiasaan, atau bahkan tren yang lagi viral. Akibatnya, keputusan investasi bisa jadi berantakan tanpa kita sadari. Contohnya, ada yang namanya bias konfirmasi. Ini tuh kayak saat kamu udah yakin banget sama satu saham, terus kamu cuma cari berita yang mendukung keyakinanmu itu — sementara info negatifnya di-skip. Padahal bisa aja itu tanda bahaya. Ada juga herding bias, yaitu ikut-ikutan orang lain. Misalnya semua orang pada beli saham A, kamu ikut beli biar nggak ketinggalan. Tapi ujung-ujungnya harga malah anjlok bareng-bareng. Baca juga : https://investhink.id/kenapa-fomo-selalu-membuat-investasi-kita-boncos/ Nah, lewat Nudge Theory, para ahli pengen bantu kita ngambil keputusan keuangan yang lebih pintar tanpa harus “dipaksa.” Misalnya, aplikasi investasi bisa diatur biar lebih transparan soal risiko, bukan cuma nunjukin potensi cuannya aja. Atau bikin fitur reminder otomatis buat ngecek portofolio tiap beberapa bulan. Hal-hal kecil kayak gini bisa jadi “nudge” atau dorongan halus biar kita nggak gegabah. Kesimpulannya, lawan terbesar investor bukan pasar, tapi diri sendiri. Kadang yang bikin rugi itu bukan sahamnya, tapi keputusan kita yang terlalu cepat, emosional, atau cuma ikut tren. Jadi sebelum klik “beli” atau “jual,” coba tarik napas dulu, pikir pakai logika, bukan panik. Karena dalam dunia investasi, satu keputusan impulsif bisa bikin semuanya berantakan. Sedikit dorongan buat berpikir lebih jernih bisa jadi penyelamat portofoliomu. Facebook Twitter WhatsApp Telegram Penulis : Uzzairon Ardiansyah
