June 23, 2025

Artikel, Investasi, Korporasi, Saham

Pasar Nego Saham: Tempat Transaksi Saham Melalui Negosiasi Langsung

Dalam dunia saham, ada tiga jenis pasar utama yang digunakan untuk transaksi di Bursa Efek Indonesia (BEI), yaitu pasar reguler, pasar tunai, dan pasar negosiasi atau lebih dikenal sebagai pasar nego. Jika pasar reguler adalah tempat jual beli saham yang terjadi secara otomatis dan terbuka setiap hari berdasarkan harga pasar, maka pasar nego adalah tempat di mana transaksi saham dilakukan melalui proses negosiasi langsung antara pembeli dan penjual. Artinya, harga dan jumlah saham tidak ditentukan oleh sistem, melainkan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Pasar nego biasanya digunakan dalam situasi tertentu, terutama untuk transaksi dalam jumlah besar atau yang melibatkan kepentingan khusus. Misalnya, ketika investor institusi ingin membeli atau menjual saham dalam jumlah jutaan lembar, mereka cenderung menggunakan pasar nego agar tidak menyebabkan fluktuasi harga di pasar reguler. Selain itu, pasar nego juga digunakan untuk transaksi antar pemilik perusahaan, pembagian warisan, hibah saham, atau pelepasan saham oleh pemegang saham pengendali sebagai bagian dari restrukturisasi internal. Sebagai contoh, bayangkan sebuah perusahaan investasi besar ingin membeli 10 juta lembar saham PT ABC Tbk dari investor lain. Jika transaksi ini dilakukan di pasar reguler, bisa memicu lonjakan atau penurunan harga saham karena volume yang sangat besar. Oleh karena itu, kedua belah pihak memilih pasar nego dan bersepakat menjual saham di harga Rp1.000 per lembar, meskipun harga di pasar reguler saat itu Rp950. Setelah disetujui, transaksi dicatat secara resmi oleh bursa sebagai transaksi pasar negosiasi. Baca juga : https://investhink.id/mandatory-tender-offer-ketika-investor-wajib-menawar-saham-publik/ Contoh nyata juga pernah terjadi pada saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), di mana pemilik saham dalam jumlah besar melakukan transaksi blok antar grup usaha melalui pasar nego. Secara umum, investor ritel sebenarnya bisa mengakses pasar nego, namun tidak umum dilakukan karena prosesnya lebih kompleks dan biasanya memerlukan bantuan broker (perantara sekuritas). Selain itu, transaksi pasar nego memerlukan kesepakatan lebih dulu, baik dari sisi harga maupun volume, serta siapa lawan transaksinya. Oleh karena itu, pasar nego lebih banyak digunakan oleh investor institusi atau pemegang saham besar. Kesimpulannya, pasar nego saham adalah bagian penting dari mekanisme pasar modal yang memungkinkan fleksibilitas dalam jual-beli saham, terutama dalam skala besar. Memahami cara kerja pasar nego dapat membantu investor lebih bijak dalam menganalisis pergerakan saham dan membaca transaksi besar yang mungkin terjadi di balik layar pasar reguler.

Artikel, Investasi, Korporasi, Saham

Mandatory Tender Offer : Ketika Investor Wajib Menawar Saham Publik

MTO saham atau Mandatory Tender Offer adalah istilah di dunia pasar modal yang mungkin terdengar asing bagi sebagian orang, tapi sebenarnya cukup penting dipahami, terutama bagi investor ritel. MTO merupakan kewajiban bagi pihak yang mengakuisisi mayoritas saham suatu perusahaan publik untuk memberikan penawaran kepada pemegang saham lainnya agar bisa ikut menjual saham mereka dengan harga yang adil. Secara sederhana, MTO terjadi ketika sebuah perusahaan atau investor membeli lebih dari 50% saham suatu perusahaan terbuka (Tbk). Karena sudah menjadi pemegang saham pengendali, mereka wajib menawarkan pembelian (tender offer) kepada pemegang saham publik lainnya. Tujuannya adalah melindungi investor kecil agar punya kesempatan yang sama untuk melepas sahamnya di harga wajar, terutama jika arah atau kepemilikan perusahaan akan berubah. Baca juga : https://investhink.id/treasury-stock-buyback-ketika-perusahaan-membeli-sahamnya-sendiri/ Sebagai contoh, bayangkan Perusahaan A (non-publik) membeli 60% saham PT XYZ Tbk di Bursa Efek Indonesia. Setelah transaksi itu selesai, Perusahaan A menjadi pemegang saham pengendali. Maka sesuai aturan OJK (Otoritas Jasa Keuangan), Perusahaan A wajib melakukan MTO kepada sisa pemegang saham minoritas — yaitu menawarkan untuk membeli saham mereka dengan harga minimal sama dengan harga akuisisi sebelumnya. Contoh nyata dari MTO pernah terjadi pada PT Bentoel Internasional Investama Tbk (RMBA). Pada tahun 2009, perusahaan rokok asal Inggris, British American Tobacco (BAT), mengakuisisi mayoritas saham Bentoel. Setelah menjadi pemilik pengendali, BAT wajib melakukan Mandatory Tender Offer kepada pemegang saham publik lainnya. Investor publik yang tidak ingin ikut dalam kepemilikan baru dapat menjual sahamnya ke BAT sesuai harga yang ditentukan dalam MTO. Dari sisi investor, MTO bisa menjadi kesempatan emas untuk menjual saham di harga premium (lebih tinggi dari pasar), terutama jika terjadi perubahan besar di manajemen atau arah bisnis perusahaan. Namun, tidak semua investor diwajibkan menjual; MTO hanya bersifat penawaran, bukan pemaksaan. Investor bebas memilih apakah ingin menjual atau tetap memegang saham. Secara keseluruhan, MTO adalah bentuk perlindungan dan keadilan dalam pasar modal. Dengan adanya MTO, investor kecil tidak merasa “ditinggal” atau dirugikan saat terjadi perubahan pengendali perusahaan. Memahami konsep ini sangat penting bagi siapa pun yang terlibat dalam investasi saham, terutama di perusahaan-perusahaan terbuka yang berpotensi mengalami akuisisi.

Artikel, Investasi, Korporasi, Saham

Treasury Stock Buyback? Ketika Perusahaan Membeli Sahamnya Sendiri

Treasury stock buyback adalah sebuah aksi korporasi di mana perusahaan membeli kembali sahamnya sendiri yang sebelumnya telah dijual kepada publik. Saham yang telah dibeli kembali ini disebut sebagai saham treasuri (treasury stock). Setelah dibeli kembali, saham tersebut tidak lagi beredar di pasar, tidak memiliki hak suara, dan tidak menerima dividen. Tujuan dari buyback ini bisa bermacam-macam, tergantung strategi masing-masing perusahaan. Salah satu alasan utama perusahaan melakukan buyback adalah untuk meningkatkan nilai saham yang tersisa di pasar. Ketika jumlah saham beredar berkurang, maka laba per saham (EPS) akan meningkat. Hal ini seringkali membuat harga saham ikut naik karena investor melihat kinerja perusahaan menjadi lebih baik secara angka. Selain itu, buyback juga merupakan sinyal positif dari manajemen bahwa mereka percaya saham perusahaan sedang berada di bawah nilai sebenarnya (undervalued), sehingga layak dibeli kembali. Perusahaan juga dapat menggunakan saham hasil buyback untuk program insentif karyawan, seperti bonus saham atau opsi saham (stock option). Di sisi lain, buyback juga dapat membantu perusahaan mengelola struktur modal, misalnya menyeimbangkan antara utang dan ekuitas agar neraca keuangan terlihat lebih sehat. Bagi investor, buyback umumnya dianggap sebagai kabar baik. Dengan jumlah saham yang lebih sedikit di pasar, kepemilikan setiap saham menjadi lebih bernilai. Namun, buyback juga bisa disalahgunakan, misalnya jika dilakukan hanya untuk mempercantik laporan keuangan atau menutupi masalah internal perusahaan. Oleh karena itu, investor tetap perlu mencermati alasan di balik aksi buyback tersebut. Salah satu contoh nyata di Indonesia adalah PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) yang pada tahun 2020 mengumumkan buyback saham dengan dana maksimal Rp1,5 triliun. Aksi ini dilakukan saat pasar saham sedang lesu akibat pandemi COVID-19. Baca juga : https://investhink.id/perusahaan-melakukan-right-issue-ini-alasannya/ Tujuannya adalah untuk menjaga kepercayaan investor dan menunjukkan bahwa manajemen yakin dengan prospek jangka panjang perusahaan. Hasil dari aksi buyback ini membantu menstabilkan harga saham Unilever di tengah gejolak pasar saat itu. Secara keseluruhan, treasury stock buyback adalah strategi yang bisa menguntungkan jika dilakukan dengan alasan yang kuat dan transparan. Investor yang memahami konsep ini bisa mengambil keputusan yang lebih baik dalam menilai kesehatan dan arah strategi perusahaan di masa depan.

Scroll to Top